Langsung ke konten utama

[Review] Mengaji Bersama Bapak by Nurhayati Pujiastuti


Judul: Mengaji Bersama Bapak
Penulis: Nurhayati Pujiastuti
Penerbit: Qibla
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 140 Halaman

Mengaji Bersama Bapak adalah novel anak yang ditulis oleh Nurhayati Pujiastuti, novel ini mengambil tema religi yang menurut saya diolah lewat perspektif yang segar. Kisahnya sendiri menceritakan Aisyah yang akrab disapa Ai, ia ingin sekali Bapaknya yang buta huruf Arab bisa mengaji.

Kisah awalnya bergulir dengan perjuangan Ai untuk bisa mendatangkan guru ngaji ke rumah, guru ngaji orang dewasa, bukan anak-anak. Dari mulai mengundang Pak Imam di sekolah, sayangnya ia tidak mau. Lalu, Ai pun berinisiatif mengundang guru ngaji kampung sebelah bernama Pak Saleh, namun banyak sekali rintangan yang dihadapi Ai ketika hendak menemui Pak Saleh, membuat novel ini semakin greget.

Banyak masalah lain yang dibahas di novel ini terutama latar belakang kenapa Bapak Ai tidak mau mengaji, seperti yang dijelaskan emak di halaman 85-87, Bapak Ai memiliki latar belakang yang tidak seperti bapak-bapak lain, Bapak Ai dari kecil tidak memiliki ayah dan ibu, dia hidup sendiri, mencari makan sendiri, intinya tidak ada orang yang menunjukkannya hal baik dan hal buruk, itulah alasan kenapa Bapak Aisyah menjadi sangat temperamental alias mudah marah, ia pun tidak suka mengaji dan tidak ingin belajar mengaji, dia berdalih bahwa sudah bisa solat saja cukup, yang pantas mengaji Ai dan Emak Ai saja.

Ai tidak bisa berhenti mengupayakan mencari guru ngaji untuk Bapak, ia bahkan telah ke sana ke mari mencari guru ngaji, namun hasilnya nihil. Ia pun berinisiatif mengajak temannya mencari guru ngaji di kampung sebelah. Ai dan Wima akan pergi ke kampung sebelah, namun perjalanan ke sana tidak mudah.

Dengan bantuan rakit Wak Jum, Ai hendak pergi ke sana, namun hal itu pun belum bisa diwujudkan. Ai dan Wima berusaha untuk lewat jalan lain, alias memutar jalan, namun Ai dan Wima tidak yakin bisa melakukannya meskipun hal itu terwujud juga. Sayangnya di tengah perjalanan, hujan dan angin besar melanda, mereka urung untuk pergi. Perjalanan Ai mencari guru ngaji memang menyulitkan.

Novel ini menyuguhkan pesan moral yang pastinya ditonjolkan lewat penokohan Ai yang getol mencarikan guru ngaji untuk Bapak. Meskipun Bapak menolak berkali-kali, namun Ai tidak menyerah. Apa sih yang coba penulis potret lewat cerita di novel ini? Menurut saya sih perjuangan untuk tidak menyerah membuat orang yang kita sayang menjadi lebih baik. Selain itu juga ada karakter lain yang coba digali di novel ini yaitu Bang Azis, dia adalah kakak Ai yang tidak lancar mengaji dan tidak mau belajar mengaji lagi, di novel ini akan diceritakan kisahnya yang malang karena selalu berusaha menghindar ketika diajak dalam hal kebaikan. Bang Azis mencoba menghalau Ai mencari guru ngaji Bapak, karena ia takut Bapak mengajaknya belajar mengaji, dia kapok belajar dengan guru ngaji kampung yang biasanya  galak.

Sedangkan untuk kekurangan novel ini terletak pada ketiadaan ilustrasi di dalamnya. Sayang sekali, menurut saya bacaan anak akan lebih baik jika disisipkan beberapa ilustrasi, agar pembaca anak khususnya bisa lebih tertarik untuk membaca novel ini hingga halaman terakhir.


Novel ini direkomendasikan untuk dibaca berhubung tema yang diambil sungguhlah unik mengenai perjuangan seorang anak agar orangtuanya bisa mengaji. Mungkin akan kesulitan jika mendapatkan buku ini di toko buku offline karena sudah tidak edar lagi, saya sarankan lewat toko buku online saja karena saya juga mendapatkannya dari sana. Atau bisa coba lewat alternatif baru, di e-book shop.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)