Penulis: Tyas Effendi
Terbit: Cetakan Pertama, 2015
Tebal: 268 halaman
Penerbit: GagasMedia
KISAH perjalanan waktu memang mengesankan untuk dibaca. Pasalnya hal tersebut akan menarik minat pembaca karena sebuah cerita akan berlatarkan tempat dan waktu yang jauh berbeda. Seperti dalam novel karangan Tyas Effendi berjudul Tentang Waktu. Novel tersebut menceritakan Granada Matahari atau Nada yang mengalami transfer waktu dan tempat dari Malang tahun 2013 ke Sarajevo tahun 1993. Kebetulan di ibu kota Bosnia-Herzegovina itu sedang terjadi konflik hebat yaitu peperangan di mana banyak pasukan Serbia yang mencoba melenyapkan seluruh etnis Bosnia di Sarajevo. Nada harus mencoba menyelamatkan dirinya dari dimensi itu dan tentu saja ia tak ingin mati di negara orang. Saat itu Nada bertemu Lella dan Reksa, kakak beradik keturunan Indonesia Bosnia yang sedang berjuang untuk pulang pula.
Nada yang mana seorang ilustrator yang mengidap buta warna total bisa pergi ke sana berkat sebuah vas bunga bekas mortar perang. Benda itu milik penulis buku yang ilustrasinya tengah digarap Nada. Yang gadis itu tidak tahu adalah sebenarnya alat jelajah waktu itu adalah warisan ayahnya yang mana fisikawan hebat, yang sama-sama pengidap buta warna total seperti Nada. Saat di Sarajevo tahun 1993, Nada banyak menemukan banyak hal berwarna, dimulai kegetiran saat perang terjadi sehingga ia banyak menemukan ispirasi untuk ilustrasi buku, juga ia menemukan secarik pesan hidup dari kakak beradik Lella Reksa. Lella berumur 19 tahun dan ia harus menjadi korban perkosaan tentara Serbia karena ulah orang tak bertanggung jawab, sedangkan Reksa terus berusaha untuk menyembuhkan ibunya yang terserang ganggungan jiwa.
Apakah Nada akan menemukan jalan pulang ke masanya lagi? Buku ini akan membahas banyak hal yang tak banyak novel perjalanan waktu lain bahas. Bisa dibilang muatan sejarahnya sangat apik meskipun bukan membahas negara sendiri. Kita akan larut dalam peperangan yang mengerikan karena di sepanjang novel ini akan dijelaskan berkali-kali suasana yang menegangkan saat peluru mortar-mortir terus mencoba meruntuhkan bangunan-bangunan, saat mayat-mayat tergeletak di mana-mana, juga perjuangan Nada mencari sosok yang bisa mengembalikannya ke tempatnya lagi.
Novel ini berpesan kepada kita semua bahwa segala hal memang patut disyukuri dan jangan pernah mengeluh mengenai kondisi hidup. Karena penulis buku Tentang Waktu mencoba menyadarkan kita bahwa ‘kondisi kita yang sekarang’ adalah kondisi terbaik yang Tuhan telah bentuk sebagus mungkin.*
Nada yang mana seorang ilustrator yang mengidap buta warna total bisa pergi ke sana berkat sebuah vas bunga bekas mortar perang. Benda itu milik penulis buku yang ilustrasinya tengah digarap Nada. Yang gadis itu tidak tahu adalah sebenarnya alat jelajah waktu itu adalah warisan ayahnya yang mana fisikawan hebat, yang sama-sama pengidap buta warna total seperti Nada. Saat di Sarajevo tahun 1993, Nada banyak menemukan banyak hal berwarna, dimulai kegetiran saat perang terjadi sehingga ia banyak menemukan ispirasi untuk ilustrasi buku, juga ia menemukan secarik pesan hidup dari kakak beradik Lella Reksa. Lella berumur 19 tahun dan ia harus menjadi korban perkosaan tentara Serbia karena ulah orang tak bertanggung jawab, sedangkan Reksa terus berusaha untuk menyembuhkan ibunya yang terserang ganggungan jiwa.
Apakah Nada akan menemukan jalan pulang ke masanya lagi? Buku ini akan membahas banyak hal yang tak banyak novel perjalanan waktu lain bahas. Bisa dibilang muatan sejarahnya sangat apik meskipun bukan membahas negara sendiri. Kita akan larut dalam peperangan yang mengerikan karena di sepanjang novel ini akan dijelaskan berkali-kali suasana yang menegangkan saat peluru mortar-mortir terus mencoba meruntuhkan bangunan-bangunan, saat mayat-mayat tergeletak di mana-mana, juga perjuangan Nada mencari sosok yang bisa mengembalikannya ke tempatnya lagi.
Novel ini berpesan kepada kita semua bahwa segala hal memang patut disyukuri dan jangan pernah mengeluh mengenai kondisi hidup. Karena penulis buku Tentang Waktu mencoba menyadarkan kita bahwa ‘kondisi kita yang sekarang’ adalah kondisi terbaik yang Tuhan telah bentuk sebagus mungkin.*
Komentar
Posting Komentar