Langsung ke konten utama

Cerita Horor Kota: Buku yang Bikin Merindinggg ...

 
Anastasye, Dwitasari, Faisal Oddang, Mardian Sagiant, MB Winata, Mitha SBU, Muhamad Rivai, Putra Zaman, Rexy, Rina Kartomisastro, dan Susi Retno Juwita
268 Halaman
Plotpoint, Agustus 2013
Rp. 47.500,-
Rasa takut tak harus membuat ciut. Cerita-cerita horor dalam buku ini justru merekatkan hubungan antarpenghuni sebuah kota. Simak bersama, nikmati di tengah kehangatan. Sebab, cerita horor, seperti halnya cerita cinta, adalah bagian tak terpisahkan dari denyut nadi sebuah kota.

Simak sebelas cerita dari sembilan kota di Indonesia ini: penyamaran di sebuah museum, kehilangan teman-teman dalam sebuah pendakian, pembalasan dendam yang kebablasan, hujan panas yang memancing keluarnya makhluk bukan manusia, pembuatan vaksin yang berujung dengan pembunuhan berantai, pekerjaan kelompok hingga petang di sekolah, penyerangan terhadap seorang penjaga makam, kunjungan pewaris takhta perusahaan ke daerah pelosok, imbalan sebuah ilmu pesugihan, desa gaib di tengah hutan, dan kebun anggrek cantik, namun misterius, yang butuh perawatan.

Ini adalah kisah dari sepuluh penulis pemenang kompetisi #CeritaHororKota bersama penulis buku bestseller Raksasa dari Jogja Dwitasari. Peringatan: Sebaiknya kamu tidak membacanya sendirian.

 Review:
Dipo di Gunung Dempo, Negori Silop, Menjemput Leva, Taring, Gerbong Maut, Sudah Malam, Di Balik Hujan, Dua Titik Merah, Rumah Taman Anggrek, Dendam, dan Obituari Parakang adalah sebelas cerita horor yang khas yang termuat dalam buku Cerita Horor Kota. Cerita-ceritanya sangat memukau khas cerita horor yang mengutamakan konflik di alur dan mengedepankan ending tak terduga. Keistimewaan yang mutlak dimiliki oleh buku ini tentu saja kekhasan para penulis-penulisnya menonjolkan setting tempat.

Tidak terlalu berlebihan penonjolan kekhasan kotanya. Melainkan cukup nendang manakala setiap problema yang dibawa penulis dalam ceritanya berbeda-beda. Sebut saja cerita Obituari Parakang, Dendam, dan Dua Titik Merah, ketiga penulis dari masing-masing cerita itu menampilkan konflik yang berlatar kearifan lokal.

Horor mainstream mungkin kita bisa tengok cerita Taring yang endingnya luar biasa tak terduga. Cerita yang berlatar di sebuah pemakaman mewah di kawasan Tangerang itu bisa mengubah sisi kelam betapa ngerinya pemakaman meski dibangun mewah dan dikhususkan untuk kalangan berada. Cerita horor yang biasa ditemui pun hadir di sini sebagai cerita yang menengok sudut pandang lain, Dipo di Gunung Dempo dan Sudah Malam.

Agaknya belum pas rasanya ketika omnibook horor tak menyelipkan cerita berbasis bukan hantu-hantuan. Tengok saja cerita Menjemput Leva yang dibikin sebegitu seram oleh Mbak Dwitasari yang terhormat, si penulis bestteller Raksasa dari Jogja, eh salah maksudnya bestseller. Bahkan ada cerita yang meramu kekuatan gaib dengan psikologi horor, tengok saja cerita Rumah Taman Anggrek yang endingnya sebelas duabelas dengan cerita Gerbong Maut.

Pokoknya cerita-cerita dalam buku ini dijamin membuat bulu kuduk berdisko ria dalam lantunan cekaman dan ancaman superngeri. Hati-hati jangan membaca buku ini sendirian! Bisa-bisa si makhluk astral menampakkan diri dengan begitu saja di depan kalian! Bisa di balik jendela, bisa di bawah ranjang, bisa di balik lemari, atau bisa saja muncul secara tiba-tiba dari balik pintu kamar! Hiiiii! Seremmm ....[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

Review Never Have I Ever Season 2 (Sebuah Ulasan Singkat)