![]() |
Judul: Singapore Begins Penerbit: Ice Cube Penulis: Agata Barbara Terbit: Cetakan Pertama, April 2015 Tebal: 229 halaman |
Menjalani kehidupan di luar negeri adalah impian sebagian orang. Di luar negeri kita bisa belajar banyak hal termasuk kehidupan silang budaya atau mempelajari tabiat orang-orang luar negeri yang tentu saja kita yang harus menyesuaikan. Seperti dalam novel remaja berjudul Singapore Begins, kehidupan campur sari berbagai orang dari berbagai negara benar-benar terasa di sini. Kisahnya sendiri mengisahkan seorang Kanna yang merasa dibuang orangtuanya. Sebab menurut beberapa tes kejiwaan yang telah diikutinya, gadis itu dinyatakan terlalu mandiri, juga tidak bisa percaya kepada orang lain, dan sulit mengekspresikan sesuatu serta karakternya dingin. Kanna harus tinggal di Singapura dan kos di rumah bibi Kanna bernama Cantika, seorang lulusan Harvard yang usinya hampir setengah abad namun belum menikah, dia orang yang nyentrik. Setidaknya ada tiga kelebihan novel ini yaitu alur ceritanya yang dinamis, karakter-karakter tokohnya yang beragam, dan kehidupan silang budayanya sendiri.
Kelebihan pertama adalah alur ceritanya yang dinamis. Dimulai dari kehidupan di kamar Kanna, ia harus satu ruangan dengan Sally asal Amerika Serikat. Awalnya Kanna tidak suka gadis itu karena berisik dan selalu heboh, namun ia akhirnya terima-terima saja karena memang ia tak punya pilihan lagi. Lalu berlanjut ke perkenalan mereka ke anak-anak lainnya, ada empat lagi yaitu tiga remaja lelaki yang sebaya dengan Kanna Sally, dan satu anak kecil perempuan bernama Mei Ling. Paresh dari India, Joon Hee dari Korea Selatan, dan G dari Thailand, semuanya mencoba berbaur bahkan sampai ke kehidupan kampus mereka karena kebetulan mereka satu kampus. Dari sanalah alur dinamis tercipta karena kisah pergualan remaja, keluarga, bahkan cinta akan bergabung menjadi satu.
Sedangkan kelebihan kedua adalah karakter-karakternya sendiri. G yang lebai, Paresh yang jail, Joon Hee yang kalem, Sally yang heboh, dan Kanna sendiri yang dingin, semuanya menjadikan novel Singapore Begins menjadi ramai, sangat nano-nano malah, dalam arti positif tentunya. Masing-masing karakter membawa konfliknya sendiri karena bagaimanapun ada yang melatarbelakangi mereka ke Singapura. Kalau Kanna dikirim ke sana karena orangtuanya ingin dia berubah jadi normal, sedangkan Sally karena bosan di USA, Paresh beda lagi karena dia dianggap nakal dan harus berubah ‘menjadi sosok teladan’ saat kembali di Singapura, sedangkan G dan Joon Hee karena orangtua mereka sayang kepada mereka.
Kelebihan terakhir adalah jalinan silang budayanya sendiri, sebenarnya tidak terlalu tampak sih, itupun tercermin dari penuturan dan sikap-sikap karakter-karakternya. Yang bisa saya tangkap di antaranya; karakter Sally yang blak-blakan sesuai kehidupan barat, pandangan teman-teman Kanna yang menganggap Kanna ‘jutek’ padahal orang INA dianggap ramah, juga latar belakang Joon Hee tentang bullying akibat ‘fisiknya disangka oplas’─itu sangat Korsel banget, lalu Paresh yang menceritakan upacara khas India yang terjadi di Singapura, sedangkan G, yah dari namanya ‘Tepparapol Goptanisagorn’, dari situ unsur budaya terasa kental.
Singapore Begins berusaha menyajikan kisah remaja yang benar-benar mengasyikkan karena berbagai komponen di dalamnya bisa saling topan di antaranya alur cerita yang dinamis, karakter-karakter yang ajaib, dan unsur budayanya utuh meski tak terlalu menguliti. Singapore Begins bisa jadi alternatif bagi pembaca yang ingin berburu novel remaja kocak yang bergizi.***
Komentar
Posting Komentar