Langsung ke konten utama

Muara Rasa

 Judul: Muara Rasa
Pengarang: Devania Annesya
Penerbit: Ice Cube
Terbit: Mei, 2015
Tebal: 186 halaman
Penyunting: Katrine Gabby Kusuma
Designer Sampul: Teguh Tri Erdyan

  Sinopsis
“Karen mau datang, dia ingin kenalan sama kalian.”

“Karen? Siapa lagi?” Ravi mengerutkan kening.

“Pacarnya Val,” jawab Flo sembari tersenyum.

Tapi Ravi dapat membaca pedih di balik senyuman itu.


Ketika liburan semester dimulai, Flo dan Ravi yang kuliah di luar kota pulang ke rumah mereka di Surabaya untuk berkumpul lagi dengan sahabat mereka, Val. Tapi “pulang” tidaklah selalu menyenangkan. Terutama jika ada banyak rasa yang belum terungkap. Ravi diam-diam mencintai Flo, sementara Flo menyimpan rasa terhadap Val yang hanya menganggapnya sebagai adik kecil. Selama ini mereka selalu mengutamakan persahabatan di atas segala-galanya. Supaya mereka bisa selalu bersama. Supaya mereka tidak lagi mengalami kehilangan. Supaya mereka merasa berada di rumah. Namun setiap rasa pada akhirnya membutuhkan muara. Akhir dari perjalanan panjang. Akhir dari segala rasa sakit.


Review
Kisah di dalam buku adalah kisah yang mungkin saja dekat dengan kehidupan kita. Buku ini menceritakan hubungan tiga orang sahabat bernama Flora, Vivaldi, dan Ravi. Ketiganya bersahabat sejak kecil, sampai tumbuh dewasa mereka sama-sama saling mengenal satu sama lain. Meskipun ada hal-hal yang mereka belum ungkapkan, meskipun ada beberapa hal yang mereka masih simpan rapat-rapat dan enggan untuk ditunjukkan, karena dua dari mereka sama-sama punya pikiran bahwa apabila mereka berani mengungkapkan hal ‘itu’, persahabatan mereka akan hancur.

Menurut saya, kelebihan buku ini terletak pada tiga hal, yang pertama adalah mengenai pengolahan konfliknya, kedua mengenai karakter-karakter ajaibnya, dan yang ketiga penuturan penulisnya. Mengenai hal pertama yaitu pengolahan konfliknya, memang buku ini tidak setebal YARN-YARN lain yang sampai tembus lebih dari 240 halaman, tetapi buku ini seperti ringkas menyampaikan segalanya dengan porsi pas, seperti halnya yang terdapat di dalam buku Reva’s Tale, Muara Rasa pun mengolah tiga background sekaligus: keluarga, persahabatan, dan romance, dan tentu saja hal tersebut diolah dengan packaging yang berbeda. Konflik keluarga ternyata ada dua di sini. Pertama, mengenai ambisi ayah Ravi yang membuat Ravi menjadi pribadi yang serba merasa bersalah bahkan sampai ia tak bisa memahami James saudara kembarnya yang bagai bumi langit dengannya. Kedua, mengenai keluarga Flo sendiri yang ayahnya ternyata memiliki ‘keluarga lain’. Tentu lebih besar komposisi konflik keluarga Ravi di sini. Dan bisa dibilang konflik keluarga Ravi-lah yang menurut saya paling menarik.

Yang kedua adalah mengenai karakterisasi. Sebelumnya saya beritahu dulu bahwa di buku ini pun ada tiga tokoh lain yang mendukung bergulirnya cerita. Mereka adalah Elvira (adik Val), James (saudara Ravi), dan Karen (pacar Val). Tetapi, tetap saja menurut pandangan saya tokoh-tokoh utamanya bisa membuat cerita Muara Rasa berwarna, karena watak mereka unik-unik. Flo digambarkan sebagai gadis mungil ceria yang sebenarnya hidupnya sedikit menderita, Ravi sebagai cowok penganggu Flo yang selalu berkomplot dengan Val, dan Val sendiri adalah sahabat dekat Ravi yang saat dewasa ternyata digambarkan cool sekali, meskipun tidak seagresif Ravi saat dewasa, sedangkan Ravi sendiri masih seperti anak kecil. Tentu lewat sinopsis bisa diketahui bukan siapa yang sebenarnya cinta si dia, cinta si ‘itu’, dan lain-lain.

Yang ketiga adalah yang menjadi buku ini keren yaitu penuturan penulisnya. Tidak berlebihan dengan diksi-diksi yang mubazir, buku Muara Rasa bisa menyamapaikan pesannya bertubi-tubi. Setiap kalimatnya bermakna bahkan scene-scene beraroma humornya pun segar dan pembaca bisa saja teralihkan perhatiannya kalau buku ini buku ‘serius’. Lewat 186 halaman, buku Muara Rasa bisa memberikan kesan lucu, sedih, suram, duka, bahkan geregetan. Amanat tersampaikan dengan baik lewat banyak adegan ‘show’, konflik di sana-sini bisa diselesaikan dengan solusi yang jitu dan terasa alami, dan tentu saja alur bolak-balik tidak terasa membingungkan di Muara Rasa. Mungkin kekurangan dari buku ini hanya satu yaitu seakan-akan buku ini disiapkan lanjutannya. Betapa nasib hubungan beberapa tokoh dibiarkan menggantung. Tetapi, di luar espektasi saya bahwa buku ini bisa dengan ringkas membawa konflik yang barlapis-lapis terasa getir, namun saya suka karena penulisnya mengalirkan cerita dengan tidak terburu-buru dibumbui humor, kejutan-kejutan tak terduga, dan kesadaran para antagonis-antagonisnya yang masuk akal. Overall, I am waiting for Devania’s next book![]
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

[Travel Writing] Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan Cirebon

Kemarin mencoba datang ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Kebetulan daerah dekat rumah saya. Tulisan ini tadinya telah terkirim ke media tempat PKL saya. Tapi, nasibnya naas karena harus berakhir di recycle bin komputer redaktur. Jadi, saya share saja di blog. Bale kembang di Bale Kabuyutan. (Dok. pribadi) Berlokasi tepat di belakang kantor kuwu Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug, Bale Kabuyutan masih berdiri kokoh hingga kini. Bale Kabuyutan adalah salah satu situs peninggalan budaya leluhur Cirebon berbentuk bale kambang (tempat tidur dari kayu). Benda itu tersimpan di dalam ruangan berukuran sekitar 20 x 30 meter. Sedangkan bale kambang itu memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 0,5 m serta disangga oleh enam tiang. Menurut Mundara (62) selaku juru kunci Bale Kabuyutan, tempat tersebut dulunya difungsikan sebagai tempat pengambilan sumpah bagi mereka yang hendak menganut Islam. Mundara yang sejak tahun 2002 menjadi juru kunci di tempat itu menuturkan bah...

The Cat Returns (2002), Sebuah Ulasan Singkat

Film ini mengisahkan seorang siswa bernama Haru yang kurang bisa menikmati hidupnya karena terasa membosankan. Haru memendam perasaan kepada siswa cowok di sekolahnya namun sayang Haru harus menelan pil pahit karena dia tahu cowok itu sudah memiliki kekasih. Hidup Haru berubah saat dia kemudian menyelamatkan seekor kucing yang akan tertabrak mobil. Sejak saat itu, Haru kembali mempertanyakan kembali makna kebahagiaan dalam hidupnya. Menonton film ini membuatku merasa bahagia dan tenang. Mungkin lebih ke perasaan tentram sepanjang menonton filmnya. Karena aku pikir plot dalam film ini sungguh sangat mudah dicerna namun aku tidak protes. Tidak seperti kebanyakan film lainnya kreasi studio Ghibli, film ini seakan tidak berusaha membuat pusing penontonnya, ya mungkin memang sengaja dibuat mudah ditebak dari segala aspek filmnya.  Menurutku, penonton akan mengambil hikmah tentang tidak banyak menggerutu dalam menjalani hidup saat mereka menuntaskan menonton film ini. Karena ...