Langsung ke konten utama

Cerpen Penjual Kenangan (Kabar Cirebon, 5 Januari 2019)




Penjual kenangan menjual kenangan-kenangan dari orang-orang di masa lalu. Seorang gadis saat ini sedang menawarkan sebuah arloji dari mantan kekasihnya. Ia melepas benda tersebut karena dianggap memiliki kenangan manis sekaligus pahit. Manis karena itu adalah kado istimewa yang diberikan oleh sang kekasih saat ia lulus SMA. Pahit karena itu adalah hadiah terakhir dari kekasihnya. Pasalnya gadis itu diputuskan begitu saja oleh sang kekasih karena kekasihnya itu dipaksa menikahi jodoh pilihan orang tuanya.

Ya, gadis itu adalah kakakku sendiri. Kakakku sedang menawarkan barang itu di portal penjual kenangan di internet. Aku merasa bahwa situs itu juga akan membantuku. Karena aku sangat ingin menjual barang-barang peninggalan ibu. Ia meninggal dua bulan lalu, dan sekarang adalah saatnya aku harus melepas semua kenangan tentang beliau.

Masalahnya, barang-barang yang ingin aku bebaskan ini sangat banyak. Pada situs tersebut aku menemukan informasi bahwa biasanya para pengguna yang merelakan barang mereka biasanya hanya melepas beberapa barang saja alias dengan kuantitas yang tidak begitu banyak. Sedangkan, aku dalam masalah besar karena barang-barangku tak terduga banyaknya.

Ada banyak benda-benda penuh kenangan yang sebenernya tidak mungkin jika harus dimiliki oleh orang lain. Beberapa benda sepertinya perlu aku foto terlebih dahulu agar sewaktu-waktu jika aku rindu, aku bisa memandangi potretnya.

Salah satu yang paling berharga adalah payung berwarna biru tua milik ibu. Tidak pernah ada seorang pun di sini yang pernah memakai payung itu kecuali ibu. Ia sangat terobsesi dengan payung tersebut. Seharusnya ia bisa meminjamkannya kepada yang lain. Tetapi, aku dan kakakku enggan untuk meminjam barang tersebut sebab masing-masing memiliki payung tersendiri yang akan sangat berguna saat musim penghujan. Melindungi dari rintik hujan tentu saja.

Benda kedua adalah laptop ibu. Itu juga sangat berharga. Sebenarnya bukan sebagai piranti untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kantor. Bukan, karena ibu menggunakan benda itu untuk menulis buku harian. Hal yang baru saja aku tahu belakangan, toh selama ini ibu juga memakainya sendiri dan ia selalu melakukan aktivitas itu di kamarnya. Tidak ada yang tahu dan ibu pun tidak mengumumkan hal itu kepada siapapun di rumah ini.

Barang-barang lainnya pun sangat-sangat menguarkan kenangan tentang ibu. Aku dan kakakku tidak mungkin terus mengoleksi atau merawatnya. Maka dari itu, aku pun berusaha melepasnya, tidak hanya satu melainkan semuanya. Iya, seluruhnya. Aku berusaha menjualnya dalam satu paket penjualnya. Dan bodohnya aku, siapa pula yang akan membelinya. Karena mereka bernilai hingga sepuluh juta rupiah.

Pada akhirnya aku pun merasa menyerah dan seperti merasa putus asa. Mungkin jalan terbaik untuk melenyeapkan barang-barang ibu tersebut adalah dengan menyumbangkannya saja. Di titik terakhir, siang itu juga seseorang menghubungi ponselku dan menyatakan kesediannya untuk membeli semua barang-barang ibu, bahkan ia menggandakan harganya. Entah manusia sebaik apa dia. Namun, ia memberikan sebuah syarat tertentu yang sepertinya mudah untuk dilaksanakan. Aku dan kakakku harus datang ke rumah beliau terlebih dahulu untuk wawancara.

***

Rumahnya terletak di kota sebelah. Untung saja hari ini libur kuliah, baik kakakku maupun diriku. Perjalanan dari rumah kami ke rumahnya memakan hampir enam puluh menit perjalanan. Tentu kami tidak membawa barang-barang ibu, aku dan kakakku hanya membawa rasa penasaran yang sungguh amat-amat bergelora. Siapakah seseorang yang ingin membeli semua kenangan kami tentang ibu? Terlebih ia memilih untuk membelinya dengan harga dua kali lipat. Sungguh luar biasa.

Namanya adalah Hiroko dan dia tinggal sendirian di rumah yang sangat besar. Rumah tersebut sebenarnya bermodel sederhana dengan pekarangan luas di depannya. Tidak ada yang menghuni rumah megah tersebut selain Hiroko. Kata Hiroko, wanita tua itu memanggil orang-orang suruhan untuk merawat rumahnya setiap dua minggu sekali. Hiroko memiliki anak-anak yang telah berkeluarga, kadang ia merasa kesepian. Tentu saja, tinggal di rumah tersebut dengan tanpa suami dan anak-anak. Yang benar saja, kalau posisiku ditukar dengan Hiroko, sama saja aku pun akan merasakan kekosongan batin yang begitu kentara.

Tidak, ternyata dugaanku salah. Hiroko tidak merasa kesepian seperti itu. Ia merasa kekosongan itu penyebabnya adalah dosa masa lalu. Ia merasa masih terbayang-bayang oleh hal yang sangat memberatkan hatinya. Seperti sepuluh ton batu kali, Hiroko berusaha memindahkan beban tak kasat mata itu, namun ia tidak pernah berhasil sepanjang hidupnya. Ia benar-benar merasa kalah, lebih hina daripada itu. Ia merasa menjadi manusia paling nelangsa di muka bumi.

            Hiroko pada akhirnya berjanji untuk mentransfer semua dana yang ia butuhkan untuk membarter uangnya dengan seluruh barang ibu. Sampai percakapan itu berakhir, aku lupa bertanya tentang alasan kenapa Hiroko berani membelinya dengan harga lebih mahal.

***

            Aku dan adikku telah menjual seluruh barang-barang ibu kepada seorang wanita tua yang tinggal di kota X. Kata adikku ia menceritakan banyak hal. Namun, tentu saja aku lupa. Aku juga tidak bisa mengingat namanya. Jika aku ingin tahu, aku harus menanyakan terlebih dahulu kepada adikku. Bertanya berkali-kali bahkan harus dicatat jika diingat lagi. Karena aku memiliki kekurangan untuk mengingat hal-hal. Mungkin itu yang menjadi alasan kenapa kekasihku tak ingin memperjuangkanku. Sungguh, ini kekurangan yang menyebalkan. Bahkan aku baru saja lupa isi surat yang baru saja aku baca. Aku yakin ini surat tua. Lebih baik kubuang saja.

***

            Kota Y, suatu masa pada suatu waktu…
            Aku memiliki seorang sahabat sejak kecil yang tumbuh bersamaku sampai aku mengenal cinta pertama. Aku tidak percaya diri untuk mencintai orang itu. Namun, sahabat baikku selalu berujar bahwa aku harus berusaha mendapatkannya, setidaknya dengan menebar kode-kode.

            Pada akhirnya aku mendapatkannya. Bahkan dengan bantuan sahabatku, aku juga bisa membuatnya semakin dekat denganku. Sampai ke jenjang pernikahan. Namun, yang tidak pernah kutahu adalah setelah menikah sahabatku lenyap. Yang pada akhirnya, aku tahu alasannya akhir-akhir ini. Ketika, suamiku sudah tak ada di sampingku. Ketika dia meninggalkanku begitu saja dengan rasa sakit yang begitu dalam. Ternyata dia menikahi sahabatku itu. Sahabat baikku, yang selama ini merasa terluka dalam karena sebenarnya tak pernah ada pada jiwa suamiku untukku, namun ada selalu untuknya.

            Kepada sahabatku Hiroko, bertahun-tahun kemudian aku sadar bahwa aku juga memiliki andil untuk tidak memerdekakan perasaanmu. Aku juga telah menemukan tambatan hati lain, sakit hatiku telah pulih, maka aku juga ingin meminta maaf kepadamu. Namun, hingga hari ini tak kutemukan jejakmu. Sungguh, padahal aku sangat-sangat ingin mengulang memori yang di dalamnya ada dirimu dan diriku. Kita pernah sama-sama senang, bahagia, tetapi merasakan perih yang begitu berabad-abad. Kepada siapapun yang menemukan tulisan ini, tolong sampaikan pada Hiroko….[]

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)