Langsung ke konten utama

[Review] Kawitan by Ni Made Purnama Sari



Judul: Kawitan
Penulis: Ni Made Purnama Sari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 77 Halaman
Terbit: Cetakan Pertama, April 2016

Bagi para penikmat puisi, tidak ada salahnya mencicipi karya-karya jebolan sayembara manuskrip kumpulan puisi DKJ 2015. Salah satu manuskrip terpilih berjudul Kawitan karya penulis Bali bernama Ni Made Purnama Sari. Buku ini berisi 42 puisi/sajak yang sebagian besar telah diterbitkan lewat media-media besar seperti Kompas, Indopos, dan Bali Post. Buku Kawitan seakan menyajikan kelasnya tersendiri dengan tema yang abstrak, pantas saja manuskrip Kawitan diganjar sebagai juara kedua.

Purnama sebagai penulis menyajikan puisi-puisi yang disebut sebagai puisi prisma alias bukan transparan. Menurut Sapardi Djoko Damono, puisi prisma memiliki makna yang tidak mudah dijangkau para pembaca awam. Lain halnya dengan puisi-puisi transparan yang maknanya mudah diterka pembaca apabila sekali baca, puisi-puisi Purnama dalam buku ini kebanyakan abstrak, prisma, namun untungnya bukan sejenis puisi naratif. Sang penulis ingin mengajak pembaca bermain-main dengan sajak pendek.

Kita bisa tengok dari dua sajak terpendek di buku ini. Yang pertama berjudul ‘Bukan Tanya’ (hal.69), berikut bunyinya: Seorang berkisah/atau berkeluh kesah/tentang bangunan yang runtuh/tentang tanah terbelah/”Nuh di mana perahu kayumu/di mana sekoci/juga mimpi-mimpi kami?/” Puisi tersebut seakan menyiratkan seseorang yang daerahnya terkena gempa dan mempertanyakan kepada dirinya sendiri bahwa apakah ada pertolongan setelahnya. Pembaca juga bisa mengambil makna lain dari puisi itu tergantung bagimana sudut pandang pembaca menginterpretasikannya.

Puisi selanjutnya adalah Kuta (hal. 59) yang mengisahkan orang-orang yang mempertanyakan pada orang-orang sekitarnya tentang eksistensi diri mereka yang hilang. Mungkin, itu terjadi karena warga Kuta khususnya telah berubah seiring zaman. Berhubung pariwisata di sana maju, maka moderniasi menggerus kearifan lokal. Bunyi sajakanya sebagai berikut: Ketika bulan mati sedini ini/bunga dupa padam melebur doa/kita bersuka larut bir dan anggur,/dan nona tanya nama saya/juga di mana tempat tinggalnya/seolah kita saling asing/di rumah sendiri ini/.

Puisi-puisi lainnya di dalam buku ini masih mengambil tema yang abstrak yang barangkali mengakibatkan pembaca harus berpikir keras untuk menjangkau makna-makna tersembunyi dalam puisi-puisi Purnama. Meskipun begitu, puisi-puisi Purnama dalam buku sangat-sangat matang karena Purnama telah memilihkan diksi-diksi yang saling bersesuaian menyebabkan bunyi-bunyi nada yang ritmis dan merdu bila dibaca.

Kawitan tidak hanya sekadar buku puisi, melainkan sebuah wahana yang memuat karya-karya sastra tingkat tinggi. Dalam hal ini adalah puisi-puisi Purnama yang berkualitas karena telah dimuat di beragam media. Purnama seperti menjanjikan sebuah karya sastra yang tidak hanya patut dinikmati melainkan sebagai media perenungan untuk para pencinta puisi yang haus akan tulisan-tulisan bermakna tinggi namun tetap merdu kala dibaca penikmatnya.[]

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)