Langsung ke konten utama

Memento, Melepaskan Masa Lalu


Judul: Memento
Penulis: Wulan Dewatra
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 266 Halaman
Editor: Alit Tisna Palupi

Secara garis besar novel ketiga Wulan Dewatra ini menceritakan perjuangan Shalom setelah ditinggal pergi calon suaminya, Harmein Khagy. Shalom atas perintah ayahnya pergi ke kota Serang untuk mengurus peternakan dan perkebunan di sana. Ia pikir hal itu akan membuatnya jauh lebih baik, ia pikir hal tersebut mampu membuat kenangannya bersama Khagy lenyap. Alih-alih berusaha memupus segala kenangan, Shalom malah tidak bisa melepas cincin terkahir yang diberikan Khagy padanya. Itulah benda kenangan satu-satunya dari Khagy. Tetapi, hidup harus berlanjut bukan? Maka Shalom menemukan sosok yang mampu membuatnya hangat selama bertugas di Indihiang 1, nama peternakan yang kini dipegang Shalom. Dia bernama Elgar, seorang jurnalis yang terpaksa pulang pergi ke peternakan Shalom demi membantu bisnis katering ibunya berjalan. Mampukah Shalom mendapatkan cinta tulus dari Elgar? Apa bisa dua orang yang sama-sama punya masa lalu ditinggal orang terkasih saling menyembuhkan satu sama lain? Atau orang-orang dari masa lalu mereka masing-masing siap meruntuhkan hubungan mereka dengan keji? 

"Memaafkan bukanlah hadiah yang kita berikan pada orang lain, tetapi pembebasan bagi jiwa kita." Elgar.

Buku ini bernuansa kelam. Jujur saja sepanjang cerita pembaca akan dituntun ke sisi-sisi kehidupan Shalom yang pahit. Dari mulai terguncangnya ia ditinggal pergi Khagy, masa lalunya yang tidak jelas, bahkan sampai ketika ia mengikat janji suci dengan Elgar pun masalah tak kunjung berhenti. Untung saja Shalom digambarkan sebagai perempuan yang tegar, terbukti saat Khagy meninggalkannya ia hanya menangis sekali, menangis yang membuatnya sampai pingsan. Lalu ketika ayah angkatnya mati juga, ia tetap tegar dengan tidak meratapi lama. Karena ia yakin hal yang paling penting di dunia ini adalah tetap berdiri tegak meski badai datang dari segala penjuru.

Lalu konflik lain di buku ini hadir saat Shalom dan Elgar sudah meresmikan pernikahan mereka. Tanpa restu dari orangtua masing-masing. Ibu Elgar tak menyetujui anaknya menikah dengan perempuan tidak jelas seperti Shalom, sedangkan ayah angkat Shalom tak menyutujui pernikahan putrinya karena tak ada restu dari ibu Elgar. Lalu datanglah masa lalu Elgar, Kinanti siap membuat Elgar berbelok arah pada hati yang lain, dirinya. Dan satu orang lagi dari kehidupan Shalom siap memporak-porandakan hidup Shalom.

Buku ini seakan mengajarkan pada kita semua bahwa menapaki masa kini untuk menenggelamkan masa lalu yang perih memang perlu dilakukan. Tetapi, lain halnya dengan terus mengenang masa lalu dan terus merasa bersalah karena kejadian di waktu lampau, itu tidak dianjurkan. Shalom, karakter utama di buku ini punya pendirian teguh untuk menebus masa lalunya bersama Khagy yang sia-sia, ia menerima cinta tulus Elgar meski harus melalui banyak cobaan yang tak tanggung-tanggung. Saya sukali tokoh Shalom, ia benar-benar perempuan yang tabah meskipun sedikit keras kepala. Ia bisa memberikan aksi terbaiknya saat kesempatan kedua datang, ada cinta yang timbul setelah sebelumnya tenggelam. 

Dan yang tak kalah menarik dari buku ini adalah penuturannya yang berwarna. Tidak bertele-tele dan menonjok. Kadang ada beberapa bagian juga yang menurut saya keren karena unik. Buku dengan sampul sketsa baju tanpa manekin ini sungguh saya rekomendasikan untuk siapa saja yang sedang move on. Kadang hal itu memang teramat sulit dilakukan, tapi percaya deh kalau tekad kita kuat pasti bisa. Seperti Shalom, ia bisa melalui segalanya meski rintangan tak pernah absen hadir di setiap detik hidupnya.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)