Langsung ke konten utama

Membaca Ulang Novel Hujan dan Teduh Karya Wulan Dewatra

 


Jika dalam review novel biasanya aku tulis kelebihan dan kekurangan novel, maka dalam postingan bertema baca ulang ini mungkin aku akan memberitahukan saja hal-hal yang membuatku terkesima dengan sebuah buku/novel sehingga aku ingin membacanya kembali atau sudah membacanya berulang kali saking memfavoritkan buku/novel itu.

Kali ini jatuh kepada novel Hujan dan Teduh karya Wulan Dewatra. Entah ini kegiatan membaca ulang kali keberapa, yang jelas sudah lebih dari tiga kali atau empat kali.

Aku sangat suka dengan novel Hujan dan Teduh ini. Waktu itu aku mendapatkannya langsung dari penulisnya dengan cara membeli atau swap, aku lupa. Yang jelas waktu itu kami sama-sama masih di Kota Bandung. Hal itu sungguh memudahkan proses penjualan atau swap.

Bahkan waktu itu aku juga mendapatkan novelnya berjudul Memento. Sayangnya, novel ini dijual oleh kakakku karena waktu itu sungguh tidak ada uang jadi buku-buku terpaksa dijual. Sedih sekali sampai segitunya. Tapi begitulah hidup. Kadang, aku sedikit parno jika aku akan berada di suasana seperti itu lagi yang akan mengharuskanku menjual buku-buku.

OCD bodohku juga membuatku menyobek halaman awal novel ini yang di dalamnya terdapat tanda tangan Mbak Wulan. Entah itu tindakan bodoh yang aku pikir mungkin itu tak terampuni terutama bagi pencinta buku. Kadang aku memang bertindak seperti itu. Aneh sekali bukan?

Mari lupakan saja hal-hal yang menyakitkan itu. Aku coba jelaskan saja alasan-alasan kenapa aku sangat memfavoritkan novel ini.

Yang pertama adalah gaya bercerita di novel ini yang sungguh menghipnotisku. Aku sangat suka gaya bercerita Mbak Wulan yang terkesan puitis tapi sungguh jauh dari kata cringe. Ditambah tone yang ia sebar di semua tulisan-tulisannya terkesan dingin, getir, dan memang menyedihkan. Tapi entah kenapa semuanya terasa pas. Ditambah tema gloomy yang selalu Mbak Wulan tuang dalam ceritanya membuat semuanya jadi bercampur aduk dalam adonan karya fiksi yang sangat enak untuk dijadikan santapan bacaan. Mengenai tema, benar alias Mbak Wulan selalu membawa tema-tema dark. Sepengetahuanku sih selalu yang ia tulis adalah tentang toxic relationship yang biasanya tokoh ceweknya rapuh. Seperti di dalam novel Hujan dan Teduh ini ada Bintang yang punya masa lalu kelam lalu berpacaran dengan Noval yang sungguh cowok kejam (si ringan tangan, tukang selingkuh, dan bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan pada Bintang).

Yang kedua adalah bagaimana cara Mbak Wulan membawa ceritanya ke banyak adegan penuh drama, tetapi menurutku malah menarik. Bahkan bisa dibilang meskipun dramatis, tetap saja segalanya terasa tidak berlebihan di novel ini. Seperti contohnya adegan-adegan kekerasan yang dilakukan Noval pada Bintang. Sebenarnya itu sungguh disturbing, hanya saja aku merasa kalau sah-sah saja mungkin karena kadung bias dengan novel ini. Tapi memang banyak adegan menariknya sih seperti contohnya adegan lain saat Bintang mencoba memanipulasi Noval saat cewek itu tahu kalau dia sungguh tidak sempurna lagi di mata Noval, dan masih banyak lagi.

Yang ketiga alias yang terakhir adalah pesan alias amanat yang coba Mbak Wulan tuturkan dalam novel-novelnya selalu terasa mengalir dan halus seperti dalam novel Hujan dan Teduh ini. Mbak Wulan seperti mau bilang bahwa kita akan selalu berhadapan dengan masalah jika berada dalam sebuah hubungan, maka perlu kedua belah pihak untuk sama-sama bekerja sama bukannya malah memanfaatkan demi ego pribadi. Belum pesan-pesan tentang hal lainnya yang lebih terlihat lebih jelas seperti sex before marriage, toxic relationship, trust in relationship, pokoknya banyak.

Itulah beberapa hal yang perlu aku sampaikan setelah membaca ulang novel Hujan dan Teduh karya Wulan Dewatra ini.  Aku sangat menanti tulisan-tulisan Mbak Wulan Dewatra lagi, tapi sepertinya aku harus menunggu lama karena entah Mbak Wulan masih menulis atau tidak karena sudah lama tulisan-tulisannya tidak muncul. Btw, aku sudah membaca semua novelnya; Hujan dan Teduh, Memento, dan novelet Sang Angkuli dalam buku duet berjudul Harmoni yang ditulis bersama dengan Ollie. Aku selalu bisa menikmati karya-karya Mbak Wulan Dewatra.

Selengkapnya review novel Hujan dan Teduh di sini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)