Langsung ke konten utama

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)


JUDUL: SANG KERIS
PENULIS: PANJI SUKMA
PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
TEBAL: 110 HALAMAN
TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020
PENYUNTING: TEGUH AFANDI
PENATA LETAK: FITRI YUNIAR
SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI
HARGA: RP65.000

Blurb
Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka.

Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan.

***

“Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panjang dan pendek, beberapa dapat berdiri sebagai cerita tersendiri …. memperlihatkan keberanian untuk menguji-coba bentuk dan isi.”

—Pertanggungjawaban Juri Sayembara Novel

Dewan Kesenian Jakarta 2019

“Sang Keris karya Panji Sukma akan dibaca, dicerna, dan dinikmati masyarakat secara luas, akan masuk pada kelompok novel unggulan Indonesia.”

—Ahmad Tohari

“Pembaca akan dihantarkan dalam alur cerita dan ruang kosmis, serta tanpa sadar dituntun masuk dalam ruang kedalaman semadi.”

—Basuki Teguh Yuwono

Review Sang Keris (Panji Sukma)

Membaca novel ini mengingatkanku kembali saat membaca novel-novel dengan label pemenang lomba menulis novel DKJ di sampul depannya. Sebut saja Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Cahaya, Di Tanah Lada, Semua Ikan di Langit, bahkan yang saat itu belum berlabel seperti Saman. Ada sesuatu yang selalu coba disampaikan, suatu keunikan dan kedalaman pesan. Terutama dalam novel ini pun demikian.

Dalam Sang Keris, kamu sebagai pembaca tidak usah bingung. Karena dalam novel ini kebingungan akan kamu temukan saat kamu sadar bahwa sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang kedua yang jarang dijamah oleh novel lainnya. Plus alur non-linier novelnya, per bab kamu akan menemukan cerita berbeda dari tokoh-tokoh yang tak serupa pula dengan benang merah sebuah keris mandraguna.

Hal yang coba disampaikan penulisnya adalah bahwa kekuatan memang harus digunakan secara bijaksana. Saat kekuatan yang terkuat terutama disalahgunakan, malapetakalah yang nantinya akan ditimbulkan. Tak pelak penderitaan lahir batin bahkan sampai keturunan setelahnya pun akan merasakannya. Di sisi lain, saat kekuatan superkuat dipergunakan semestinya, kedamaian dan harmonilah yang akan didapat, sungguh hal itu akan menguntungkan banyak pihak. Itulah hal yang coba disampaikan oleh novel ini, lewat sebuah benda berupa keris yang berada di tangan orang-orang berbeda di generasi yang tak sama.

Dari segi cerita, aku bisa menikmati setiap ceritanya. Membacanya seperti menonton film drama kolosal kerajaan yang berkualitas. Aku menikmati setiap interaksi karakternya plus konflik-konflik yang ditimbulkannya. Seperti contohnya saat keris jatuh ke tangan seorang maling, keris merasa diistimewakan karena dianggap sangat berharga, berbeda saat keris berada di tangan patih malah keris khusus itu harus bersaing dengan keris lainnya.

Bahkan adegan yang paling kuingat alias cerita yang paling kusuka adalah saat keris berada di tangan seorang penari, saat itu rombongannya mendapat serangan dari pasukan kademangan tetangga setempat. Sang penari bisa melindungi rombongannya bahkan melindungi desa tempat penyerangan, adegan paling epik saat sang penari berhasil memenggal kepala ketua pasukan dengan keris dan menjadikan kepalanya sajen untuk desa hingga kemarau di desa itu sirna. Luar biasa meskipun pada akhirnya si penari tewas karena sang raja. Tentu kerisnya diambil. Tapi, adegan sang penari tewas dan bertarung dengan raja tidak diceritakan. Aku tahu dari cerita selanjutnya saat keris sudah ada di tangan sang raja setelah sang penari menemuinya, aku yakin penari itu mati di tangan raja.

Mungkin kekurangan dari cerita di novel ini adalah ceritanya terlalu pendek. Cerita di novel ini sangat potensial sebenarnya untuk lebih bisa memuaskan pembaca jika saja bisa lebih bernafas panjang. Mungkin akan seperti novel Raden Mandasia yang aku belum baca sampai sekarang.

Di luar itu semua, novel ini lumayan untuk bahan hiburan. Ceritanya yang berkualitas memang membuatnya layak untuk dibaca khalayak. For your information, tokoh-tokohnya banyak banget. Aku sampe ngetik lho nama-nama mereka biar gak bingung pas baca. Berikut adalah nama-nama karakter di novel ini. Mungkin ada beberapa yang terlewat, tapi ini hampir mencakup semua.

1. Pulanggeni: si maling penguasa pasar
2. Senapati pembunuh Pulanggeni
3. Anak senapati: Laras Panuluh
4. Patih Lokajaya pembunuh senapati
5. Jalak Buda: keris sakti lain
6. Telik sandi pencuri keris
7. Lembu Peteng: maling cilik 15 tahun
8. Pemberontak Jenang Gula
9. Sang Lintang Panjer Sore gelar Lembu Peteng
10. Arya Matah: anak empu kerajaan Mahendrapura
11. Resi Kala Dite ayahnnya Arya
12. Jalak Makara patih kerajaan Mahendrapura
13. Prabu Siung Udarati
14. Prameswari Karonsih (menjadi inspirasi nama sang keris)
15. Maha Empu Jati Kusuma
16. Dewi Sasmitarasa
17. Berandal Mamuru/Matusea
18. Palamea
19. Ibnu Sakhawi
20. Blumbang Ludira
21. Empu Supa Anom
22. Suji (sang penari)
23. Parikesit
24. Ki Lurah
25. Ki Ageng Mangir
26. Pembayun
27. Sonosewu
28. Konang
29. Anggaspati
30. Jawa Dwipa
31. Prabu Karna
32. Ki Narto Sabdo
33. Resi Segara Muncar
34. Nirmala
35. Mangku
36. Eli (peneliti dari Perancis)
37. Anak Eli
38. Suami Eli
39. Sosok Tua di Museum
40. Sosok Wanita di Museum

Mungkin karena enggak tebal juga, novel ini bisa terasa ringan saat dibaca meksipun ceritanya agak berat, tapi enggak berat-berat banget. Pokoknya sangat recommended untuk dibaca. Bacaan renyah yang sangat menggugah.[]

Komentar

  1. Hanya 110 halaman dan bisa memenangkan DKJ, itu luar biasa. Dari novel ini berarti kita diingatkan kalau membuat novel bagus tidak melulu harus tebal. Asal punya cerita bagus dan tidak umum. Berbobot juga.

    Menarik sih membahas mengenai perjalanan keris. Tetapi apakah yang dimaksud perjalanan satu keris dari tangan satu ke tangan lain, atau ini kumpulan cerita tapi punya kesamaan tema, yaitu keris.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya emang bagus meskipun tipis... jadi kalo novel ini menceritakan perjalanan satu keris dari satu tangan ke tangan lainnya bukan kumpulan cerita bertema keris

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)