Langsung ke konten utama

[Review] Sabtu Bersama Bapak by Adhitya Mulya



Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 278 Halaman
Tahun Terbit: Cetakan Keempat, 2014
Penyunting: Resita Wahyu Febiratri
Proofreader: Yuke Ratna P. & Mita M. Supardi
Desainer Sampul: Jeffri Fernando
Penata Letak: Landi A. Handwiko

Sabtu Bersama Bapak adalah novel yang mengangkat kisah keluarga. Ada tiga kisah yang diceritakan di novel ini. Tiga kisah itu adalah kisah Cakra, Satya, dan Ibu Itje. Ketiganya punya kisah-kisah sendiri, dan tentu saja punya benang merah. Apa? Adalah video yang berisi pesan-pesan Bapak, sang suami Ibu Itje dan ayah dari Cakra dan Satya. Bapak telah lama meninggal, namun ia terus hidup di hati mereka.

Cakra sudah berumur 30 tahun. Ia sudah mapan. Rumah sendiri punya, pekerjaan sudah di posisi bonafide, wajah ya lumayanlah, yang kurang tentu saja istri. Cakra benar-benar payah dalam hal asmara. Di kantornya yang mana sebuah bank, bawahan-bawahan Cakra sering sekali meledek pria itu. Hemm… Cakra memang belum berniat menikah-menikah juga, padahal Ibu Itje sebagai mamanya sudah sangat khawatir. Cakra pun enggan dijodohkan. Barulah ketika ada staf baru di kantor, membuat jantung Cakra dag-dig-dug-deran. Siapa sih dia? Namanya Ayu. Sayang sekali gadis dewasa itu punya standar yang sangat tinggi, Cakra masuk ke dalam list cowok-yang-gak-mungkin-Ayu-cintai. Bagaimana nasib Cakra?

Satya sudah berkeluarga. Dia kini tinggal di luar negeri. Tepatnya di Denmark. Pria itu beristrikan Rissa. Mereka telah dikarunia tiga orang anak kecil, semuanya laki-laki, semuanya dalam masa tumbuh kembang;  Miku, Ryan, & Dani. Satya ternyata ayah yang sangat tempramental. Rissa sebagai istri sangat tidak nyaman dengan suaminya akhir-akhir ini. Maka, ketika sebuah masalah menimpa mereka, Rissa mencoba menyadarkan Satya bahwa lebih baik Satya tidak pulang-pulang saja dari kerjanya di sebuah oil rig di tengah laut sana. Apakah Satya bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya? Dan menjadi suami yang didambakan-dambakan Rissa, bisakah? Apakah selama ini Satya melupakan pesan-pesan dari video-video Bapak?

Cerita Ibu Itje sendiri di novel ini hanya sekilas-sekilas. Namun, cukup membuat pensaran. Ibu Itje adalah Ibu Satya dan Cakra. Selama ini, ia menjadi ibu sekaligus ayah dari keduanya. Ia tahu anak-anaknya tidak akan tinggal diam saat sang ibu tengah dalam masalah. Apakah Satya dan Cakra akan bertindak sesuatu saat tahu Ibu Itje hidupnya tinggal sebentar lagi? Sebab ia punya kanker payudara yang selama ini dirahasiakannya.

Jujur saja, aku yang baru membaca novel ini merasa sangat-sangat terlambat. Kenapa ya aku tidak membacanya dari dulu-dulu? Hehehehe …

Ceritanya sarat pesan dan kaya makna. Adhitya Mulya telah membuat sebuah kisah inspiratif yang menurutku sangat-sangat unik, bagus, berkesan, dan dalam. Tiga tokoh utama dalam novel ini menemui penyelesaian masing-masing masalahnya dengan pesan-pesan Bapak, ya mereka semua ingat pesan-pesan Bapak itu dan membuat hidup mereka kembali benderang saat mereka mampu mengaplikasikan segala pesan Bapak. Pesan-pesan tersebut Bapak rekam sebelum ia pergi. Selamanya.

Novel ini benar-benar sangat sayang untuk dilewatkan. Bagi kamu yang belum membacanya, ayo buruan baca novel ini! Sebelum nonton film adaptasinya, hehe …

Komentar

  1. Sudah baca dan memang menarik sekali. Pelajaran hidup menjadi pria dewasa diajarkan penulis dengan keren.

    BalasHapus
  2. iya kakkk bener banget, ini novel inspiratifnya pake bangettt .. jadi pengen nonton filmnya ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)