Langsung ke konten utama

Bitter Winner Karya Mita Miranti


Judul: Bitter Winner

Penulis: Mita Miranti

Penerbit: GagasMedia

Tebal: 250 Halaman

Terbit: Cetakan Pertama, 2015


Novel Bitter Winner menceritakan sosok gadis umur 18 tahun yang baru saja lulus SMA, dia bernama Audrina Isabel. Sejujurnya Audri tidak menyukai kehidupannya selama ini. Dia benar-benar gadis tertutup yang hanya memiliki satu orang teman bernama Bastian. Ini disebabkan Audri yang kurang kasih sayang. Baik dari ayahnya yang selama ini sibuk, maupun dari ibunya yang ternyata ibu tiri jahat. Audri bosan menjadi anak penurut, dia pun jenuh mengenai ibunya yang setiap hari selalu menyuruhnya untuk membantu membuatkan pesanan usaha kue, juga Audri muak pada ayahnya yang selama ini bungkam mengenai ibu kandung dan adik Audri di Makassar. Kala kesempatan menghampiri Audri, akankah ia berhasil menemui kehidupan dambaannya?

Tema lust (nafsu) adalah yang diangat dalam seri deadly sins keempat ini. Tentu mengenai Audri yang ingin mendapatkan kasih sayang penuh, bukan hanya dari Bastian saja yang notabene belum resmi dan entah akan jadi pacarnya atau tidak. Audri digambarkan sering melakukan kekonyolan demi mendapatkan perhatian dari orang lain, ini wajar berhubung kebencian tumbuh subur dalam dirinya. Penulis berhasil menggambarkan Audri yang kelam, namun tetap atraktif.

Mengenai plot cerita, entah kenapa saya merasa di awal-awal belum bisa mendeteksi cerita akan ke arah mana. Baru dari bab dua sampai ke tengah-tengah, saya merasakan gejolak Audri yang ingin sekali menemui ibunya dan adiknya yang selama ini lenyap. Saya jadi ingat tokoh Lunetta di Beautiful Liar yang ingin sekali bertemu ayahnya, ia menghalalkan usaha tersebut dengan banyak menipu dan sifat ini condong ke greedily (serakah). Sedangkan Audri, dia melakukan cara yang lebih soft, meskipun ada juga yang termasuk bengis, sebut saja ketika dia menghancurkan seluruh kue, adonan, dan bahan-bahan di kulkas rumahnya, plus mencuri emas.

Overall, cerita di Bitter Winner menyuguhkan keunikan saat tokoh sentralnya yaitu Audri benar-benar ditampilkan munafik, tetapi lewat pengalaman-pengalaman hidupnya ia akan tahu bahwa sebaik-baik manusia lewat sudut pandangnya, itu tidak menjamin ia akan sempurna dalam segala hal. Juga amanat yang paling penting dalam novel ini adalah bahwa tidak ada yang salah saat kita bersikap melawan takdir hidup, kita hanya perlu tahu dan siap akan konsekuensinya.

Satu hal lagi yang saya sukai dari novel ini adalah penggambaran latar Makassar-nya yang apik, tidak berlebihan namun ngena sih bagi saya. Saat Audri mengunjungi Makassar sendirian, awalnya saya pikir ia akan kecopetan atau kecelakaan gitu. Tetapi, memang penulis memuddahkan jalannya. Dan ketika sudah hampir dekat dengan rumah ibunya, penulis mempertemukan Audri dengan Ghazali terlebih dahulu. Dan tempat-tempat di Makassar serta kulinernya bermunculan di sana-sani, saya jadi teringat novel Ketika Saat Cinta Bersilangan karya Aiman Bagea. Cuma untung saja di novel Bitter Winner tidak memusat ke Bantimurung, meskipun masih ada sih Pantai Losari dijadikan salah satu latar, tempat ini memang favorit para penulis yang mengambil setting di kota yang dulunya bernama Ujung Pandang itu.

Dan satu hal lagi mengenai ending-nya. Entah kenapa novel-novel GagasMedia meskipun populer genrenya, tetapi akhir cerita selalu tak mudah ditebak. Ini membuat saya menyukai novel ini, selain tentu saja rancangan sampulnya yang benar-benar menarik meskipun elegan.

Buku ini direkomendasikan untuk siapa saja yang menginginkan novel yang mengangkat tema keluarga yang lain daripada yang lain. Karena penyelesaiannya yang bijaksana, meskipun konfliknya mungkin akan membuat Anda ingin membenturkan kepala sendiri ke dinding.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

[Travel Writing] Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan Cirebon

Kemarin mencoba datang ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Kebetulan daerah dekat rumah saya. Tulisan ini tadinya telah terkirim ke media tempat PKL saya. Tapi, nasibnya naas karena harus berakhir di recycle bin komputer redaktur. Jadi, saya share saja di blog. Bale kembang di Bale Kabuyutan. (Dok. pribadi) Berlokasi tepat di belakang kantor kuwu Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug, Bale Kabuyutan masih berdiri kokoh hingga kini. Bale Kabuyutan adalah salah satu situs peninggalan budaya leluhur Cirebon berbentuk bale kambang (tempat tidur dari kayu). Benda itu tersimpan di dalam ruangan berukuran sekitar 20 x 30 meter. Sedangkan bale kambang itu memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 0,5 m serta disangga oleh enam tiang. Menurut Mundara (62) selaku juru kunci Bale Kabuyutan, tempat tersebut dulunya difungsikan sebagai tempat pengambilan sumpah bagi mereka yang hendak menganut Islam. Mundara yang sejak tahun 2002 menjadi juru kunci di tempat itu menuturkan bah...

The Cat Returns (2002), Sebuah Ulasan Singkat

Film ini mengisahkan seorang siswa bernama Haru yang kurang bisa menikmati hidupnya karena terasa membosankan. Haru memendam perasaan kepada siswa cowok di sekolahnya namun sayang Haru harus menelan pil pahit karena dia tahu cowok itu sudah memiliki kekasih. Hidup Haru berubah saat dia kemudian menyelamatkan seekor kucing yang akan tertabrak mobil. Sejak saat itu, Haru kembali mempertanyakan kembali makna kebahagiaan dalam hidupnya. Menonton film ini membuatku merasa bahagia dan tenang. Mungkin lebih ke perasaan tentram sepanjang menonton filmnya. Karena aku pikir plot dalam film ini sungguh sangat mudah dicerna namun aku tidak protes. Tidak seperti kebanyakan film lainnya kreasi studio Ghibli, film ini seakan tidak berusaha membuat pusing penontonnya, ya mungkin memang sengaja dibuat mudah ditebak dari segala aspek filmnya.  Menurutku, penonton akan mengambil hikmah tentang tidak banyak menggerutu dalam menjalani hidup saat mereka menuntaskan menonton film ini. Karena ...