Langsung ke konten utama

[Travel Writing] Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan Cirebon

Kemarin mencoba datang ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Kebetulan daerah dekat rumah saya. Tulisan ini tadinya telah terkirim ke media tempat PKL saya. Tapi, nasibnya naas karena harus berakhir di recycle bin komputer redaktur. Jadi, saya share saja di blog.
Bale kembang di Bale Kabuyutan. (Dok. pribadi)

Berlokasi tepat di belakang kantor kuwu Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug, Bale Kabuyutan masih berdiri kokoh hingga kini. Bale Kabuyutan adalah salah satu situs peninggalan budaya leluhur Cirebon berbentuk bale kambang (tempat tidur dari kayu). Benda itu tersimpan di dalam ruangan berukuran sekitar 20 x 30 meter. Sedangkan bale kambang itu memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 0,5 m serta disangga oleh enam tiang.
Menurut Mundara (62) selaku juru kunci Bale Kabuyutan, tempat tersebut dulunya difungsikan sebagai tempat pengambilan sumpah bagi mereka yang hendak menganut Islam. Mundara yang sejak tahun 2002 menjadi juru kunci di tempat itu menuturkan bahwa fungsi-fungsi lain dimiliki pula oleh Bale Kabuyutan.
"Kalau sekarang sering ada pengunjung yang juga minta disembuhkan kalau kena gendam, santet, atau sebagainya. Saya bisa menolong mereka di bale kabuyutan ini. Juga setiap malam Jumat Kliwon ada yang mengaji di sana," tutur Mundara.
Berdasarkan cerita, bale kambang ini dibuat pada abad ke-15 sezaman dengan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Keraton Kasepuhan Cirebon. Sedangkan sejarah Bale Kabuyutan ini bermula dari kisah putra putri Prabu Siliwangi dari Kerajaan Galuh (Pajajaran) yang bernama Pangeran Walangsungsang dan Rara Santang.
Kesuksesan Walangsungsang menyebarkan Islam ternyata membuat para petinggi Galuh merasa gerah. Salah satunya Ki Arya Kidang Layaran. Ditambah anak Ki Arya Kidang malah menyepi di tepi sungai Cisanggarung alias meninggalkan istana. Dia bernama Raden Layang Kemuning.
"Dari sanalah Raden Layang Kemuning terbawa hanyut banjir sampai ke daerah Pagedangan (sekarang Ciledug), dia juga berganti nama menjadi Ki Melewong," ujar Mundara.
Ki Melewong memperluas daerah kekuasaannya sendiri. Beberapa tahun kemudian datang utusan dari Kerajaan Galuh untuk membujuk Ki Melewong kembali. Sayang dia menolak dengan halus.
Di saat yang lain Ki Melewong kedatangan tamu Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati putra Rara Santang dan Syarif Abdullah. Bersama pamannya Walangsungsang, Sunan Gunung Jati mengajak Ki Melewong masuk Islam. Karena Ki Melewong dan masyarakatnya masih memegang agama Sanghyang. Saat itulah Ki Malewong mengambil sumpah masuk Islamnya dan alam langsung memancarkan kilat dan menurunkan guntur kepada Ki Malewong, dari sanalah dia juga disebut Ki Bledug Jaya.
Pada tahun 1479 Syarif Hidayatullah menjadi susuhan di Caruban Larang yang kemudian mendirikan masjid Sang Cipta Rasa. Untuk kebutuhan kayunya beliau menyuruh Ki Melewong untuk mencarinya.
"Lalu Ki Melewong membuat bale dari sisa kayu yang dikirim ke Cirebon.  Dan bale itu fungsinya untuk berkumpul para pemuka agama, sekaligus tempat menyumpah orang-orang yang baru masuk agama Islam," sambung Mundara.
Bale kambang itu masih ada hingga kini dan terawat dengan tangan Mundara selaku juru kunci, meskipun pria itu tahu Bale Kabuyutan atau Bale Kambang telah terdaftar sebagai cagar budaya tetapi ia sempat pesimis dengan perhatian pemerintah.
"Yang penting sekarang masih terjaga, saya akan merawatnya karena tempat ini sering dikunjungi mereka yang 'tersesat' dalam kebatilan," pungkas Mundara yang tinggal tak jauh dari Bale Kabuyutan.[]

Komentar

  1. Adakah sesuatu yang kita bawa sebagai syarat untukmisalnya berobat kesana..misalnya berupa air, kemenyan, bunga, rokok dll...mohon info makasih

    BalasHapus
  2. Hai Mas Irwan, waktu saya wawancara dengan juru kuncinya, saya lupa menanyakan hal ini. Namun, sepertinya jika pak Irwan tidak membawa barang-barang tersebut, bisa langsung dicari di sekitar Bale, karena ada Pasar Ciledug yang lokasinya dekat dengan Bale. Mungkin cuma bunga-bunga yang harus disiapkan, karena jarang yang jual. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. Asal usul bale kabuyutan atau ranjang tempat untuk sumpah mencari kebenaran siapa yg yg salah bakal gila makanya di sebut gila ciledug itulah yg saya tau bahwa bale atau ranjang asal usulnya dr majapahit di waktu cirebon mau mengadakan muludan sekalian membangun mesjid agung cirebon termasuk sumur leuweung gajah itu bersamaan makanya air sumur leuweung gajah ada faedahnya nie jg yg mereka yakini .

    BalasHapus
    Balasan
    1. o begitu, terima kasih atas info tersebut ...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)