Langsung ke konten utama

Penjual Kenangan, Kumcer Melankolis



Judul: Penjual Kenangan
Penulis: Widyawati Oktavia
Penyunting: Gita Romadhona & Yulliya Febria
Proofreader: Syafial Rustama
Penata Letak: Erina Puspitasari
Ilustrator isi: Gama Marhaendra
Desainer sampul: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Bukuné
Halaman: 214 halaman
Cetakan: I, 2013
Harga: Rp40.000,-

Blurb
Hidup terlalu singkat, kata seorang kekasih menggugat cintanya yang pergi. Bagaimana jika tak ada lagi cinta esok lusa? Bagaimana jika jauh ternyata tak berapa lama jaraknya?

Kekasih itu menggugat. Ia menangis. Kenangan; satu-satunya yang paling berharga, dimungkiri oleh cintanya.

Hidup terlalu singkat, katanya lagi. Sambil mengemasi sisa-sisa harap dan bersiap pergi.

"Semoga ada persimpangan di depan sana. Agar aku bisa menjual kenangan dan rindu yang menyisa," lirih hatinya perih.

Review
Terdiri dari satu novelet berjudul Carano. Dan sepuluh cerpen, yaitu
Dalam Harap Bintang Pagi, Percakapan Nomor-Nomor, Kunang-kunang, Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela, Penjual Kenangan, Tengara Langit, Menjelma Hujan, Nelangsa, Tembang Cahaya, dan Bawa Musim Kembali Nak. Keseluruhan cerita hampir mengusung tema yang melankolis, kalau tidak tentang mengenang kenangan, pasti tentang kehilangan.

Kelebihan buku ini adalah setiap cerita yang dipertaruhkan dalam lembar-lembar halamannya sangat padu satu sama lain. Novelet Carano sebagai first impression dapat menohok sangat suasana hati pembaca dengan tema pernikahan yang tak kunjung jadi hanya karena tradisi. Ditambah keadaan hati keluarga yang dulu telah remuk hanya karena dipinang keluarga konglongmerat, nyatanya kegilaanlah yang menyeruak saat terjadi resepsi dan akad pernikahan berlangsung.


Cerpen Penjual Kenangan sendiri menceritakan lelaki yang setia membesuk kekasihnya yang telah lama dijerat penyakit, di tengah jalan saat hendak menemui kekasihnya, ia selalu menjumpai perempuan 'penjual kenangan', yang rona wajah dan bening matanya menyimpan berjuta keping lara. Apakah lelaki itu akan pindah ke lain hati?

Cerpen antimainstream ada di Nelangsa, Tengara Langit, dan Bawa Musim Kembali Nak. Nelangsa mengangkat tema kisah pilu anak yang tidak diinginkan bapaknya. Tengara Langit bercerita tentang fenomena pembagian dana sosial yang miris. Sedangkan, Bawa Musim Kembali Nak bercerita tentang kerinduan mendalam seorang ibu pada anak-anaknya yang telah lama pergi, dan tak kunjung kembali walau hanya datang sebentar saja.

Cerpen Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela memiliki plot cerita berbeda dibanding dari kisah yang lain karena menampilkan karakter-karakter yang saling bertabrakan emosi dan sifat alamiah karakter-karakternya. Sama dengan cerpen Kunang-kunang dan Percakapan Nomor-Nomor, bedanya dua cerita tersebut memiliki ending yang unpredictable dan menonjok logika.

Sedangkan cerpen-cerpen lainnya kurang memberikan tamparan meski dari segi tema cukup menarik seperti contohnya Dalam Harap Bintang Pagi mengisahkan perjalanan peri dan seorang pemuja setianya. Meskipun begitu, secara keseluruhan Iwied, panggilan sapaan penulis, mampu memberikan kejutan bertubi-tubi dalam buku bercover hangat ini. Setiap cerita mampu menyuguhkan harmoni yang kadang harus ditelan bulat-bulat maknanya alih-alih tak mau air mata menderas karena terbawa suasana cerita yang mayoritas penuh dengan lagu luka. Lima bintang untuk kejujuran bercerita yang diukir penulis dalam buku ini![]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

Review Never Have I Ever Season 2 (Sebuah Ulasan Singkat)