Langsung ke konten utama

Cerpen Cinta Platonik (Kabar Cirebon, 2 Maret 2019)


Hubungan asmara platonik adalah hubungan hati yang bebas dari nafsu. Keterikatan itu terjadi benar-benar murni dari dalam hati yang mengagumi intelektualitas seseorang, atau rasa kagum yang timbul karena tindak-tanduk seseorang yang menginspirasi kita.
Sungguh, mungkin cinta platonik yang tengah terjadi di dalam hatiku. Seseorang sangat aku sayangi, tanpa sedikit pun rasa untuk memiliki barangkali. Dia adalah temanku sejak kecil yang sekarang mengambil jurusan serupa denganku di universitas yang sama di kota ini.
Namanya Ardelia. Aku biasa memanggilnya Del. Terdengar lebih singkat. Kita sama-sama mencintai teknologi seperti menyukai biskuit hari lebaran. Selalu saja coba untuk dikulik, dibahas, dan dihabiskan tentu saja.
Del sungguh penggemar berat Steve Jobs. Bos Apple yang cinta minimalisme itu adalah panutan Del sejak gadis itu berseragam putih biru. Del bercita-cita bekerja sebagai programmer handal yang nantinya menciptakan piranti teknologi semacam Steve Jobs. Mendunia dan sukses. Kemudian menjadi filantropi.
Cita-cita Del sungguhlah langka. Aku menjadi peniru Del dengan sedikit keberanian untuk terus maju. Del selalu menyemangatiku untuk menggapai cita-citaku sebagai pembuat game. Barangkali Del juga bisa dijadikan partner kerja yang serasi. Namun, Del sungguhlah manusia ambisius yang paling kukenal. Pintar dan juga sangat lihai. Sayangnya, ia barangkali menjadi bodoh saat baru kali pertama mengenal cinta.
Hatinya ia serahkan pada laki-laki paling tampan yang menjadi idola gadis-gadis jurusan TI. Dia adalah Baron. Dia adalah paket lengkap yang tidak sepertiku. Barangkali Baron adalah versiku yang lebih baik. Lahir dari keluarga kaya, memiliki otak encer, pintar bergaul, karismatik, dan dianugerahi wajah yang memikat. Dan tentu saja jangan lupakan sikap Baron yang paling tidak bisa dicegah untuk menghipnotis semua gadis di kampus ini: humoris. Itu adalah senjata andalannya yang tentu saja seratus persen tidak dimiliki olehku yang manusia pendiam ini.
Del barangkali bisa cocok dengan Baron karena Del sendiri adalah gadis extrovert yang tidak pernah kehabisan energi untuk mengobrol, bersosialisasi, dan tentu saja berbaur dengan siapa saja bahkan dengan orang asing yang baru ia kenal sekali pun. Sikap-sikap itulah yang aku rasa sangat aku kagumi dari Del. Meskipun aku denganya adalah seperti pollar opposite alias dua kepribadian yang berkebalikan, tetapi kita bisa saling melengkapi meskipun label saat ini adalah sahabat. Hal yang tentu saja aku harapkan berubah.
Hari ini Del memintaku menemaninya datang pada acara ulang tahun Baron. Sungguh aku sangat tidak percaya diri. Del, bisa saja mengajak teman-teman perempuannya. Namun, Del beralasan sangat ingin pergi denganku. Ia malas berbaur dengan kawan-kawan perempuannya yang gemar menebarkan isu-isu belum jelas. Singkatnya Del sepertiku alias tidak suka bergosip.
Atau jangan-jangan Del mengasihaniku karena aku belum ada pasangan yang bisa kugandeng ke acara ulang tahun Baron yang bertema romantis karena bertepatan dengan tanggal 14 Februari alias hari Valentine itu. Aku curiga karena barangkali Baron mencoba menganalkan pasangannya. Ini bisa jadi bumerang bagi Del yang kadung cinta mati padanya.
“Bram, acaranya pasti ramai sekali. Semoga kamu enggak merasa pusing.” Kata-kata Del mencoba menyemangatiku. Tentu ia tahu sifatku satu ini. Kadang aku seperti wallflower yang sangat-sangat tidak menikmati pesta yang tengah aku hadiri. Aku lebih sering memilih duduk saja sepanjang waktu bahkan sampai pesta selesai seperti patung. Ini terdengar menyebalkan.
“Tenang Del, aku bawa si gadgy.” Ucapku mencoba menenangkan diriku sendiri juga.
Gadgy adalah piranti elektronik semacam tablet mini yang fungsinya untuk menggambar. Aku juga senang mengguratkan cat-cat pada kanvas. Tidak hanya dalam bentuk konvensional, tetapi dalam bentuk digital pun aku jajal. Hal ini pun bisa menjadi pelipur lara yang ampuh bahkan pembunuh rasa bosan. Dan akhir-akhir ini aku tengah mendalami kemampuan menggambar kartun. Karena aku juga memiliki cita-cita itu. Del sangat tahu itu.
Venue alias tempat perayaan ulang tahun Baron telah ramai. Kebetulan tempatnya tidak jauh dari kampus. Tempat tersebut berupa kafe yang lumayan luas dengan halaman belakang yang superhijau dijadikan sebagai tempat perayaan. Maka, aku dan Del langsung menuju tempat tersebut. Banyak teman-teman kami di sana. Sepertinya Baron memang mengundang banyak orang tidak hanya mahasiswa-mahasiswi dari jurusan TI saja. Beginilah saat menjadi mahasiswa superaktif, banyak kenalan yang bisa dijadikan koneksi.
Biasanya yang merayakan ulang tahun itu anak perempuan. Menurut desas-desus yang beredar Baron sepertinya dipaksa oleh orangtuanya untuk merayakan karena orangtuanya juga ingin melaksanakan kampanye terselubung. Kalau tidak salah keduanya sama-sama caleg-caleg daerahku. Namun, Baron baik-baik saja, dia tidak merasa malu atau gengsi. Satu lagi poin yang bisa menaikkan Baron sebagai kandidat terbaik pendamping hidup untuk gadis yang semoga saja bukan Del. Sementara Del masih memasang rona wajah tegang. Air mukanya seperti berkata di mana Baron? Kenapa yang memiliki hajat belum juga tampil padahal Del rindu?
Kangen, tentu saja. Baron sudah dua minggu tidak di kampus karena dia sedang mengikuti kompetisi nasional di Jakarta. Lomba robotika. Entahlah Baron memang sempurna. Tidak sepertiku. Aku seharusnya merelakan Baron dengan Del. Bukankah Del sangat pantas dengannya? Bukannya aku sudah bilang jika aku hanya memiliki perasaan platonik pada Del? Sekadar kagum, sekadar cinta karena intelektulitas dan sikap Del. Sama sekali nol nafsu.
“Datang,” Del menunjuk Baron yang datang dari arah pintu masuk. Muka Del pucat pasi karena di samping Baron berjalan gadis yang teramat ayu. Dia sangat asing tentu saja bagiku dan Del. Kemudian semua orang di tempat itu pun bereaksi sama seperti kami. Penasaran.
Baron mengenalkan gadis itu. Dia adalah Alyssia. Ternyata sahabat semasa kecil Baron. Mereka dulu terpisah dan hilang kontak. Mereka saling menemukan saat kontes robotika itu. Mereka sungguh sangat akrab. Dan Baron tanpa malu-malu mengumumkan bahwa ia memang sudah jatuh hati pada Alyssia sejak dulu. Baron menyatakan cinta di depan orang-orang.
Seketika kulihat mendung dan hujan di wajah Del. Ia tertunduk dan membuatku merasa ikut pedih. Tanpa tedeng aling-aling aku menuntunnya untuk keluar dari tempat itu. Ia patuh.
***
Mungkin seperti itulah yang akan kamu rasakan ketika cinta yang kamu miliki bukan platonik. Mengetahui orang yang kamu cintai mencintai orang lain sungguh membunuhmu bukan? Namun, aku pada Del seperti hujan dan teduh. Mungkin kita selalu bersama-sama meskipun kita tidak datang pada waktu yang serasi.
Sebulan setelah kejadian ulang tahun Baron, aku merasa bahwa Del akhirnya bisa tersenyum kembali. Setelah kuselipkan surat misterius pada tas Del. Isinya pengagum rahasia Del ingin gadis itu ceria kembali. Sesederhana itulah perasaanku pada Del.
Entah akan sampai kapan aku menyembunyikan perasaan ini yang sudah jelas-jelas menyiksaku sejak lama. Mungkin cinta platonik sudah berevolusi dalam diriku. Atau mungkin ia masih eksis, tetapi belum menampakkan diri dengan agresif kembali.[]

Komentar

  1. Saya mah belum pernah mengalami cinta platonik. Kayaknya meradang banget. Tidak bisa apa-apa, sementara hati meminta mengungkapkan. 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya serem banget cinta platonik ini, tapi beberapa orang mengalaminya... :(((

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)