Langsung ke konten utama

[Review] Tidak Ada New York Hari Ini by M. Aan Mansyur dan Mo Riza





Judul: Tidak Ada New York Hari Ini
Penulis: M. Aan Mansyur dan Mo Riza
Penata Letak: Emte
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 120 Halaman
Terbit: Cetakan Keenam, Mei 2016

DI BANDARA HARI ITU
Oleh M. Aan Mansyur ―halaman 79

“Kau tertegun di muka
pintu. Udara biru,

dingin dan buas: laut
yang dalam dan haus.
Meminum habis tubuhmu
yang bening dan gemetar.

Aku menarik tubuhku
Yang pengecut menjauh
dari pantai. Menjauh. Men-
jauh. Aku takut terseret
ombak dan turut

tenggelam.”

Tidak banyak buku puisi yang merupakan hasil adaptasi film. Salah satunya adalah buku puisi berjudul Tidak Ada New York Hari Ini. Buku ini memuat puisi-puisi hasil adaptasi film Ada Apa Dengan Cinta? (AADC). Baik film pertama maupun keduanya memang mengilhami karya-karya puisi dalam buku ini. Puisi-puisinya sungguh memikat. Ditambah selipan foto-foto karya Mo Riza yang merekam kehidupan jalanan di kota New York. Buku ini terasa semakin direkomendasikan untuk dibaca penikmat puisi atau fans film AADC.

Seperti yang kita tahu, dalam film AADC tokoh Rangga meninggalkan Cinta saat akhir masa remaja. Rangga pergi ke New York dalam rangka ikut orangtuanya. Rangga belajar di kota itu. Tak dinyana, Rangga masih memendam perasaan pada Cinta, seseorang yang sangat berarti dalam hidup Rangga di masa putih abu-abu. Rangga dalam puisi-puisinya selalu meletupkan-letupkan rasa cintanya pada gadis pencinta sastra di SMU-nya itu, tentu saja perempuan itu Cinta. Rangga mencintainya meskipun bermil-mil jauhnya ia terpisah dari Cinta.

Dalam puisi-puisi karangan Aan di buku ini, perasaan-perasaan yang dituturkan narator tentu saja adalah ungkapan hati Rangga yang mudah saja ditebak pembaca. Aan sebagai penyair yang menciptakan prosa-prosa liris dalam buku ini, tidak membiarkan pembaca larut dalam bahasa superrumit. Ia membuat sajak-sajaknya terasa enak dinikmati. Diksi-diksi Aan sangat mewakili tokoh Rangga dalam film. Topik-topik yang diangkatnya pun terkesan membumi dan banyak dirasakan banyak para penggalau ria. Sebut saja tema tentang kerinduan, kerisauan, dan kegalauan cinta, Aan banyak berbicara di tema-tema tersebut, dan tentu saja ia mewakili sang tokoh ‘Rangga’ yang mengalami patah hati.

Orisinalitas foto-foto buah karya Mo Riza semakin membuat buku ini bernilai. Gaya street photography terasa sekali dalam foto-foto Mo yang sangat mendukung konten buku puisinya sendiri. Banyak potret-potret yang menekankan ‘makna dalam’ di setiap foto-fotonya. Seperti contohnya siluet pasangan, bahkan ada juga foto para penduduk New York yang tengah menunggu di pinggir jalan, di dalam kereta bawah tanah, bahkan di sebuah kafe.


Buku puisi ini sangat-sangat direkomendasikan untuk dibaca bagi para penikmat puisi. Terutama untuk para penggemar film Ada Apa Dengan Cinta? Buku ini bisa menjadi media nostalgia yang mampu membuat penggemar semakin jatuh cinta pada film besutan Mira Lesmana itu. Buku ini semakin menggenapi alih wahana film populer yang dari dulu sudah membetot banyak penonton Indonesia dari banyak kalangan itu. Buku ini bisa menggenapi media nostalgia film Ada Apa Dengan Cinta? yang fenomenal dan inspiratif tersebut.[] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)