Judul: Magi Perempuan dan Malam Kunang-kunang
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Guntur Alam
Terbit: Cetakan Pertama, Agustus
2015
Tebal: 176 halaman
Karya sastra
memang tidak pernah membatasi penggiatnya untuk berhenti berkreativitas. Hal
ini terus digalakkan oleh hampir semua penulis, terutama yang ingin terus mengembangkan
kualitas tulisannya. Salah satunya adalah Guntur Alam. Penulis satu ini
menerbitkan karyanya berupa dua puluh satu cerpen yang terangkum dalam buku Magi
Perempuan dan Malam Kunang-kunang. Buku tersebut mengambil tema mistik,
magis, dan hal-hal tragis. Sebagian ceritanya selain mengandung unsur-unsur
mitos, juga merupakan adaptasi dari karya-karya yang sebelumnya telah ada, baik
cerita lokal maupun kisah-kisah yang berasal dari luar negeri.
Guntur
Alam sungguh piawai dalam mengolah cerita-ceritanya. Sebut saja beberapa cerita
yang merupakan modernisasi dari karya klasik semacam Putri Salju. Dalam cerpen
Gadis Buruk Rupa dalam Cermin, Guntur bercerita dari sudut pandang orang ketiga
dengan mengupas tokoh Ratu Ravenna sebagai karakter utama cerita. Cerita
tersebut benar-benar di bungkus ulang dengan cerdik mengambil plot cerita tekad
Ratu Ravenna yang ingin menjadi wanita tercantik yang selalu dielu-elukan
cermin ajaib, alhasil dia melakukan segala cara termasuk membuat taktik licik
demi mengelabui Putri Salju.
Dan
tak lupa, dalam buku ini pun diangkat pembelokkan kisah-kisah mistik yang
berasal dari luar negeri. Semuanya terasa menarik karena akhir cerita disajikan
dengan penuh kejutan, tentu dengan deretan plot cerita yang disajikan apik.
Sebut saja cerpen Tamu Ketiga Lord Byron, memutar balikkan mengenai fakta bahwa
ada tamu yang tidak dipaparkan sejarah ketika malam musim panas 1816 yang
datang ke kastil Lord Byron, sosok inilah yang menguak misteri mencekam di
sana. Selain itu ada juga mengenai kisah Kastil Walpole, mengenai pembeli
misterius di sebuah bar yang ternyata datang dari masa lalu. Kisah tersebut
begitu mengejutkan karena mempreteli sejarah-sejarah kelam Inggris di masa lalu
seperti mengenai Kastil Walpole itu sendiri beserta misteri di balik novel The
Castle of Otranto. Cerpen tersebut terasa gotik karena ending-nya begitu
menampar si tokoh utama yang mana merupakan pemilik bar.
Cerita-cerita beraroma
lokal pun banyak diadaptasi Guntur. Hasilnya tidaklah buruk, beberapa cerpen
secara teknis tak diragukan lagi bibit, bebet, dan bobotnya. Sebut saja cerpen
pertama di buku ini berjudul Peri Kunang-kunang yang bercerita mengenai bujang
lapuk yang dicurigai jelmaan setan kunang-kunang, ia sering dicemooh warga
sebagai makhluk tak berguna juga sebagai manusia yang mungkin saja jelmaan
iblis. Juga cerpen berjudul Tem Ketetem yang berkisah mengenai gadis ayu yang
harus menanggung derita akibat kemolekan tubuhnya, ia banyak diperebutkan banyak
lelaki hingga akhirnya berujung malapetaka. Kedua cerpen lain yang mengangkat
kearifan lokal adalah Anak Pintaan dan Hantu Seriman, keduanya bisa menegakkan
bulu roma dikarenakkan tokoh-tokohnya memiliki konflik pribadi yang mencengangkan
di mana hal tersebut membuat mereka terus menderita papa hingga akhir cerita.
Sedangkan
kisah tragis lainnya yang juga Guntur angkat sebagai cerminan realitas potret
kehidupan yang menyedihkan seperti penyimpangan seksual ada di cerpen Tentang
Sebatang Pohon yang Tumbuh di Dadaku dan Tiga Penghuni di Kepalaku, keduanya
mengandung ironi yang sentimentil serta akhir cerita yang menohok siapa saja
yang membacanya. Atau mengenai kisah sengsara dalam keluarga terekspos dalam
cerpen Malam Hujan Bulan Desember, Dongeng Emak, Lima Orang di Meja Makan,
serta cerpen dengan judul terpanjang di buku ini yaitu Sepasang Kutu, Kursi
Rotan, dan Kenangan yang Tumbuh di Atasnya.
Mungkin
kekurangan buku ini hanya terletak pada packaging-nya
yang jujur saja kurang nyaman karena didesain tidak lentur melainkan kaku. Itu
saja kekurangannya.Untuk kontennya sendiri tak perlu diragukan lagi karena
hampir semua cerita telah diterbitkan koran nasional dan koran lokal yang
kredibilitasnya sungguh sangat terpercaya.
Cerita-cerita
yang belum disebutkan tentu memiliki kualitas baik pula. Bisa ditarik
kesimpulan bahwa cerita-cerita dalam buku ini sama sekali tidak ada yang
memiliki akhir cerita bahagia, penulis seperti sengaja membangun hal ini agar
atmosfer buku ini gelap dan kelam. Meskipun harus diakui sampul bukunya elegan
dan menawan. Buku ini direkomendasikan untuk siapapun yang ingin membaca
cerpen-cerpen berkualitas dan mencekam karya anak negeri.[]
Komentar
Posting Komentar