Langsung ke konten utama

Resensi Singkat Gadis Minimarket (Convenience Store Woman) Karya Sayaka Murata

 


Judul : Gadis Minimarket

Negara : Indonesia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Penulis : Sayaka Murata 

Halaman : 164

Terbit : 3 Agustus 2020

Dunia menuntut Keiko untuk menjadi normal, walau ia tidak tahu “normal” itu seperti apa. 

Namun di minimarket, Keiko dilahirkan dengan identitas baru sebagai “pegawai minimarket”. 

Kini Keiko terancam dipisahkan dari dunia minimarket yang dicintainya selama ini...


Review

Bisa banget relate ke Keiko, rasanya gitu ya jadi aneh dan dianggap aneh. Bahkan rasanya aneh buat jadi normal, karena emang aneh udah dianggap biasa. Tapi sebelnya orang-orang menganggap kita anomali, dan seperti apa yang Keiko bilang bahwa 'objek asing' perlu disingkirkan dari masyarakat.

Aneh banget. Tapi begitulah, masyarakat kita judgemental, mereka juga ga tau mental problem, atau ga mau tahu. Ironisnya kadang keluarga malu dengan eksistensi kita. Alih-alih ngeguide kayak keluarga Keiko yang akhirnya malu juga, rasanya parah banget kalo ada keluarga yang malah ikutan jadi agen yang menjudge. Dunia sudah runtuh dan semakin terasa berat. Jadi, benar apa yang dilakukan Keiko untuk mengenakan topeng agar dianggap normal.

Brilian banget novel ini, agaknya bakal jadi tebel dan ceritanya mungkin bakal lebih seru kalo Keiko orangnya emosional. Karena kata-kata orang di sekitarnya sangat-sangat kejam. Ya, seperti itulah cerminan tentang kebanyakan orang-orang normal yang menganggap orang aneh adalah suatu kesalahan.

"Kurasa orang yang menghabiskan seumur hidupnya bertarung melawan masyarakat untuk mendapatkan kebebasan mungkin akan ikhlas menderita." Halaman 94.

Membaca novel ini seperti pergi ke petualangan hidup Keiko yang sebenarnya suram, namun dipaksa untuk tidak berhenti menikmati kisahnya yang kadang membikin perasaan campur aduk. Kadang merasa kasihan dengan hidup Keiko yang serba tidak diuntungkan. Kadang merasa norma-normal saja karena Keiko pun merasa tidak terganggu. Kadang merasa ngeri juga dengan tingkah polah Keiko yang sangat-sangat aneh seperti contohnya saat dia melerai teman-temannya yang sedang gulat, malah dia langsung memukul salah satu temannya dengan sekop atau saat dia melihat bayi adiknya yang sedang menangis, entah pikiran dia malah melaju untuk menyetop bayi menangis itu dengan pisau, sungguh diluar dugaan.

Membayangkan menjadi Keiko memang sesuatu yang mungkin menyeramkan bagi kebanyakan orang khususnya yang tinggal di benua Asia. Bayangkan bekerja paruh waktu untuk waktu yang lama dan menjadi berbeda dari kebanyakan orang diusia yang sebaya, maksudnya yang lain diumur segitu sudah mapan, berkeluarga, atau setidaknya mandiri alias tidak menjadi beban keluarga lagi. Memang Keiko tidak menjadi beban keluarga lagi, tetapi hidupnya mungkin terlalu abnormal dilihat dari sudut pandang orang lain di sekitarnya, maka banyak yang sebenarnya menganggap Keiko aneh mulai dari  kolega-kolega kerjanya sampai teman-teman dekatnya sendiri yang Keiko tak rasakan bahwa mereka menggunjing tentang dirinya selalu. Keiko digambarkan terlalu lugu meskipun perasa ulung.

Novel ini meskipun tipis namun menyimpan banyak pesan yang menggugah. Penggambaran tokoh Keiko yang unik akan menjadi daya tarik utama novel ini dikarenakan karakterisasinya yang sangat kuat yang membuat pembaca akan terus mengingatnya.[]

Komentar

  1. Membaca kisah Keiko bingung mau bersimpati atau enggak. Saya belum baca, tapi saya penasaran kenapa dia tidak punya pikiran untuk berubah jadi orang yang umum saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. dia punya pikiran untuk berubah, hanya saja tidak terlalu dijabarkan dalam novel ini

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)