Hari itu imlek, saya libur. Kebetulan saya ingin membaca buku terbaru dari penulis terkenal karena sometimes kualitasnya terjamin dan buku tersebut pasti memiliki keunikan-keunikan khas penulis.
Maka pilihan saya jatuh pada buku Transit Urban Stories,
karya terbaru dari Seno Gumira Ajidarma. Transit Urban Stories ini berisi enam
belas cerpen yang merupakan cerpen-cerpen yang pernah tampil di media cetak
dan/atau di buku.
Transit Urban Stories mayoritas dan memang berisi
cerpen-cerpen bertema kota: perselingkuhan, melankoli, kerusuhan, horor, bahkan
cerita dari sudut pandang anak-anak.
Transit Urban Stories merupakan salah satu kumcer Seno
Gumira Ajidarma terbaik, padahal saya belum baca kumcer dia lainnya, hanya
novela Drupadi saja.
Namun, Transit Urban Stories memang sangat-sangat patut
dibaca oleh pencinta sastra, atau pencinta karya-karya Seno Gumira Ajidarma.
Mari saya bahas Transit Urban Stories, maksudnya
cerita-cerita yang ada dalam Transit Urban Stories karya Seno Gumira Ajidarma
ini.
Cerita pertama berjudul Jakarta City Tour. Cerpen pembuka
dalam Transit Urban Stories karya Seno Gumira Ajidarma ini berkisah tentang
sekelompok turis-turis yang berada dalam keadaan genting. Mereka dalam keadaan
horor karena kota tempat mereka berada sekarang, kondisinya jauh dari benak
mereka. Saya suka cerita ini karena mencekam dan menampilkan sisi lain
kemanusiaan dalam pariwisata, yaitu enggak semua tempat di kota wisata itu
baik-baik aja. Ada kalanya ada lingkungan kumuh, atau hal-hal mengerikan
seperti yang tertuang dalam cerpen ini. Ending-nya
sangat-sangat mengejutkan. Cerpen ini berhasil menjadi pembuka yang lumayan
sekali. Saya jadi ingin membaca semuanya cepat.
Maka saya beralih ke cerpen kedua berjudul Sepatu Kulit
Ular. Sebuah cerpen yang berisi obsesi seseorang terhadap sapatu. Ya karena
barang tersebut dipakai oleh kaki yang sangat menawan. Membuat si tokoh utama
terus menerus terobsesi. Ending-nya
juga mengejutkan. Menurut saya sih, cerpen ini menampilkan metafora yang sangat
ciamik. Patut dinikmati.
Cerpen selanjutnya adalah Segawon. Setelah saya membaca
cerpen ini, saya search makna kata
segawon. Yang ternyata berarti anjing. Saya suka cerpen ini karena maknanya
dalam sekali. Tentang bagaimana seorang pengemis jalanan diperlakukan dengan
tidak adil juga tentang bagaimana cara dia memandang sebuah kehormatan. Sungguh
cerpen yang menggugah dengan gaya penceritaan yang sinis, penuh ironi, dan
dingin. Cerpen terbaik dalam buku Transit Urban Stories versi saya.
Selanjutnya adalah cerpen Transit. Ini menjadi judul
dalam kumcer Transit Urban Stories. Berkisah tentang tokoh utama yang sering
selingkuh dan selalu melakukannya ketika transit. Kali ini ia harus mengahadapi
suasana yang berbeda. Cerpen Transit dalam kumcer Transit Urban Stories ini
lumayan khas temannya. Apakah memang perselingkuhan adalah ciri warga urban?
Gubrak! Adalah cerpen selanjutnya. Saya suka sama cerpen
ini karena premisnya yang unik. Tentang kecantikan seorang wanita yang membawa
malapetaka. Bisa dibilang dalam buku Transit Urban Stories, cerpen Gubrak! Ini
yang paling lucu, atau yang paling sedih? Pokoknya ceritanya sangat unik. Kamu
harus baca cerpen ini saat ada kesempatan buat baca Transit Urban Stories.
Oke, selanjutnya adalah cerpen Lingerie. Cerpen ini
berbau perselingkuhan sama seperti cerpen Transit. Hanya saja cerpen ini hampir
menceritakan semua tokoh-tokoh dalam cerpennya. Lingerie dalam Transit Urban
Stories menurutku lumayan dengan ending
yang agak menohok.
Travelogue adalah cerpen selanjutnya dalam kumcer Transit
Urban Stories karya Seno Gumira Ajidarma ini. Entah kenapa saya kurang bisa
menikmati cerpen ini karena ceritanya yang seperti ekperimental. Kurang fondasi
sana sini membuat cerpen ini dalam buku Transit Urban Stories menjadi salah
satu yang pasti akan membuat pembaca bingung, mungkin.
Pulang Berpulang dengan tokoh Sukab adalah cerpen yang
menyelamatkan nyawa buku Transit Urban Stories. Saya bacanya secara berurutan
sih. Makna dari cerpen ini adalah sangat-sangat unik. Baca aja deh biar tahu.
Nomor adalah cerpen eksperimental seperti Travelogue.
Entah kenapa cerpen-cerpen Seno yang diterbitkan Kompas seperti ini semua. Sometimes, kalau kurang nendang jadinya
sulit untuk dinikmati. Cerpen ini juga kurang fondasi sana-sini menjadikannya
barangkali sulit meninggalkan kesan di benak pembaca.
Cerpen selanjutnya masih bertema urban, hanya saja
berfokus ke kaum marjinal. Istana Tembok Bolong dalam Transit Urban Stories
berkisah tentang Tumirah yang membuka jasa sepertinya prostitusi di gerbong
kereta. Kebanyakan ia melayani anak jalanan sepertinya. Kali ini seorang bocah
lelaki sembilan tahun hendak menyewanya yang Tumirah underestimate. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Cerpen-cerpen sisanya saya baca secara random. Satu yang paling berkesan
berjudul GoKill. Ini cerpen unik karena menceritakan seorang pembunuh bayaran
aplikasi GoKill. Ia menceritakan petualangannya dalam membunuh orang-orang,
tentu atas suruhan orang-orang lainnya yang identitasnya sampai kapan pun akan
dirahasiakan aplikasi GoKill. Sinting benar ya, Seno dalam buku Transit Urban
Stories saya rasa mendapatkan insipirasi dari aplikasi Gojek. Memang benar
karena Gojek, Gofood, Goclean, disebut-sebut lho dalam cerpen itu.
Lima cerpen lagi yaitu Setan Becak, Setan Banteng, Budak
Cinta, Kyai Sepuh, dan Gelap. Unik, dan bermakna. Hanya saja cerpen-cerpen yang
sebelumnya saya bahas lebih meninggalkan kesan yang kuat di benak. Pokoknya
saya suka aja sama Transit Urban Stories ini, enggak sia-sia mengeluarkan 58
ribu rupiah untuk kumcer terbaru Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan Gramedia
Pustaka ini. So, buruan baca Transit
Urban Stories yang baru aja terbit Januari 2019, dijamin kamu bakal terpuaskan,
eh. JJJ
Komentar
Posting Komentar