Langsung ke konten utama

[Review] Hujan Bulan Juni by Sapardi Djoko Damono


Judul: Hujan Bulan Juni
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 135 Halaman
Terbit: Cetakan Ketujuh, Februari 2016
ISBN: 978-602-03-1843-1

Novel Hujan Bulan Juni adalah salah satu karya Sapardi Djoko Damono yang terbit diusia sang penulis ke 75 tahun. Sapardi selama ini dikenal sebagai penyair yang juga dosen UI. Karya fenomenalnya adalah Buku Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni. Kali ini, wahana Hujan Bulan Juni beralih ke novel. Sapardi mengisahkan hubungan percintaan antara Sarwono dan Pingkan. Keduanya adalah dosen-dosen UI yang mengajar di prodi Antropologi dan Sastra Jepang. Keduanya sama-sama dari Solo dan sudah saling kenal sejak masa putih abu-abu. Pingkan adalah adik kandung sahabat dekat Sarwono, Toar. Pingkan maupun Toar adalah keturunan Manado-Solo.

Perihal keturunan itulah yang menyebabkan hubungan Sar dan Pingkan layaknya menghadapi batu terjal. Ibu Pingkan bernama Bu Palenkahu sebenarnya adalah keturunan Solo-Makassar. Namun, perangainya kini menunjukkan bahwa ia telah kehilangan karakteristik Jawa-nya. Hal itu tak masalah bagi Sar, karena bagi Sar dan orangtuanya sendiri hal itu tidak masalah karena Bu Palenkahu sikap dan lakunya bagus. Orangtua Sar masih terpaku tradisi lama karena mereka melihat calon istri Sar dari karakteristik ibu sang calon istri. Dalam hal ini Bu Palenkahu alias ibu Pingkan.

Dari pihak keluarga Pingkan sendiri terdapat ganjalan karena klan Palenkahu dari ayah Pingkan yang notabene bermarkas di Manado, mereka kurang setuju dengan hubungan Sar-Pingkan. Padahal Bu Palenkahu dan Pak Palenkahu tak mengalami masalah berarti terkait Sar. Keluarga besar Pingkan ternyata hanya ingin Pingkan menikah dengan kenalan Pingkan di Manado, dosen Univ. Sam Ratulangi.

Hal ini semakin diperburuk dengan rencana Pingkan yang akan belajar di Jepang. Seseorang dari Jepang yang ternyata partner mengajar Pingkan menaruh hati pada gadis itu. Sarwono semakin kehilangan harapan saat ia menyadari bahwa akhir-akhir ini Pingkan menjauh karena hal itu. Sar pun tak memberitahu Pingkan perihal dirinya yang mengidap penyakit serius. Akankan cinta mereka menemukan titik terang?

Novel ini menceritakan perihal hubungan cinta yang rumit. Meskipun begitu, banyak hal-hal yang bisa dinukil dari amanat-amanatnya yang apik. Terutama perihal tak mempermasalahkan latar belakang calon pendamping hidup. Hal ini bisa dilihat dari sikap Sar dan Pingkan. Mereka teguh dengan pendirian mereka terhadap rasa saling mengerti dan menyayangi. Mereka yakin saat kedua orangtua mereka merestui hubungan cinta mereka, semuanya akan lancar meskipun keluarga besar kurang setuju.

Sapardi dengan gaya penceritaannya yang puitis ‘bermain-main’ dengan gaya penceritaannya di novel ini. Paragraf-paragraf sengaja ditulis dengan rangkaian kalimat panjang-panjang dan jumlah yang tidak sedikit. Sapardi seakan mencoba memberikan kekhasannya dalam merangkai prosa selain puisi. Dalam karya ‘bernapas panjang’-nya ini, Sapardi mencoba mengajak pembaca menemukan makna di rangkaian kata-katanya.


Novel ini bisa menjadi sarana penghiburan yang apik. Kisah romansa biasanya mendayu-dayu atau cengeng. Novel ini malah hadir dengan kesan intelek yang tersaji dengan topik sangat-sangat segar dan inspiratif.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)