Young Adult, genre ini tengah populer, terlebih di Indonesia
yang kayaknya agak ketinggalan ya sama luar negeri. Menurut saya genre fiksi ini
sangat mutakhir karena membahas kehidupan remaja awal sampe remaja dewasa yang
taraf awal pula dengan problematika yang bisa dibilang berat-rat-rat-kuadrat.
Sebenarnya kalau dibandingkan dengan genre fiksi teenlit, keduanya pun lebih
mengarah ke pasar sih. Kenapa? Karena teenlit pun merupakan sebutan genre yang
ada di Indonesia aja kok, dipopulerkan oleh salah satu penerbit raksasa di
negeri ini. Teenlit biasanya lebih mengangkat tema remaja dalam novel dengan
gaya bahasa yang lebih ringan dan membumi beserta konflik yang tidak terlalu
rumit, sedangkan Young Adult tema yang dingkat lebih runyam dengan gaya bahasa
disesuaikan, target bacaan lebih ke remaja dewasa muda, yah anak-anak kuliahan
gitu lah, tokoh-tokohnya pun memiliki rentang usia 18-25 tahun (referensi dari
bookmark novel YA GPU). Hemm … sebenernya tulisan ini akan lebih mengacu ke
Young Adult Gramedia sih. Seenggaknya ada tiga hal yang ditonjolkan genre ini, yaitu
konflik yang lebih tajam, topik yang dingkat lebih fresh, dan gaya bahasa yang
lebih beraneka.
Yang pertama adalah konflik yang lebih tajam. Di bookmark
novel-novel YA terbaru GPU, ditulis bahwa jika pembaca tertarik menulis YA,
diutamakan konfliknya harus lebih rumit dibanding teenlit. Misalnya aja kalo teenlit
konfliknya cinta segitiga dengan salah satu tokoh bersedia hengkang dari cinta
segitiga itu, namun ada tokoh yang tetap mempertahankan cinta, dan terjadi
gontok-gontokan, YA harus memuat konflik yang lebih tajam. Bisa saja dengan
menampilkan subplot-subplot yang membuat pembaca tercengang misalkan di konflik
YA Slyvia’s Letters karya Miranda Malonka, tokoh utama mengalami konflik batin
tak berkesudahan yang mempertanyakan eksistensi dirinya, tentang body image,
padahal hidupnya sudah lengkap hampir sempurna malah kecuali ukuran badannya.
Atau contoh lain di YA Menyongsong Pasang karya Janita Jaya, kisah sang model
yang harus jatuh cinta pada fotografernya, konfliknya? Si fotografer ternyata
udah punya anak dan terlibat kasus dengan pengedar narkoba kelas kakap. Si
model jadi bimbang apa di harus lanjut atau kagak sama cintanya.
Yang kedua adalah topik yang dingkat lebih fresh. Banyak
tema-tema yang bisa digali selain percintaan. Contohnya kayak body image di
Sylvia’s Letters tadi, atau coming of age kayak di Halo, Tifa karangan Ayu
Welirang, bahkan thriller and horror kayak di Rahasia Batik Berdarah karya
Leikha Ha. Bisa pula comedy romance kayak di Melody & Mars karya Mia
Arsjad. Yang kebetulan belum ada itu sport di YA GPU.
Sedangkan yang terakhir adalah gaya bahasa yang lebih
beraneka. Sebenarnya ini ditentukan dari tone dan mood naskahnya sih. Kayak
misalnya di Melody & Mars berhubung Mia pake tone yang friendly berhubung
tema cerita komedi cinta, mood pembaca jadi terkesan untuk terbahak-bahak
sepanjang cerita. Hal ini memungkinkan gaya bahasa naskah YA bisa jadi luwes
tergantung tema cerita beserta atmosfer yang dibangun penulisnya.
Barangkali itu aja sih yang bisa disampaikan. Silakan kalau
mau baca review novel-novel YA GPU di blog ini. Ada di sini. Semoga mendapatkan
pencerahan barangkali mau nulis di lini ini. Kesempatan terbuka lebar berhubung
lini ini masih baru. Sekali lagi seenggaknya ada tiga hal yang sangat ditonjolkan
di lini ini, yaitu konflik yang lebih tajam, topik yang dingkat lebih fresh,
dan gaya bahasa yang lebih beraneka. Semoga kamu bernasib baik kalau kirim
naskah ke lini YA GPU!
Baru tahu bedanya apa :)
BalasHapusSemoga membantu Bai ..
BalasHapus