Langsung ke konten utama

[Review] Alona Ingin Menjadi Serangga by Mashdar Zainal


Judul: Alona Ingin Menjadi Serangga
Penulis: Mashdar Zainal
Penerbit: UNSA Press
Terbit: Cetakan I, November 2015
Tebal: 145 Halaman


Kisah anak-anak biasanya terangkum dalam buku bergambar yang penuh ilustrasi menarik dan menggairahkan. Tentu ada beberapa penulis yang kreatif mengambil sudut pandang berbeda dalam mengeksplorasi cerita anak-anak. Salah satunya adalah Mashdar Zainal. Penulis kelahiran Malang itu mengambil point of view yang memilukan mengenai kisah anak-anak dan menyuntikkan kisah-kisah tragis dari sudut pandang anak-anak. Bahkan, kebanyakan tokoh anak-anak dalam kumpulan cerpennya memiliki trauma atau kejadian yang bisa dikategorikan memilukan untuk ukuran anak. Kumcernya hadir mengangkat hal itu.

Alona Ingin Menjadi Serangga berisi empat belas cerpen yang temanya adalah anak-anak. Mashdar sangat piawai dalam mengangkat kisah anak-anak ke pelbagai subtema yang mungkin selama ini jarang diendus penulis lain. Sebut saja cerpen Alona Ingin Menjadi Serangga, cerpen ini menjadi pembuka dalam buku kumpulan cerpen ini. Kisahnya sendiri mengenai Alona yang sering mendapatkan perlakuan buruk dari ibunya yang pelupa. Alona yang tidak cerdas, sering mendapatkan pukulan, tamparan, dan hal keji lain hanya karena ia tak pandai dibuktikan dengan nilai-nilainya di sekolah yang mengenaskan. Cerpen–cerpen seirama dengan kisah Alona adalah Laron, Dalam Kamar Mandi, dan Pasar Malam. Semuanya membahas mengenai penderitaan anak karena penyiksaan dan kegilaan orangtua.

Selain ironi, Mashdar pun mengambil tema lain yang cukup menarik. Banyak simbolisasi-simbolisasi yang bisa membuat pembaca penasaran, namun tetap ia menyelipkan ironi atau rasa tragis dalam kisah-kisahnya. Sebut saja kisah di cerpen Mariposa, Kampung Lapar, Petani Dongeng, cerpen-cerpen itu memuat simbolisasi-simbolisasi yang abstrak.

Barangkali, Mashdar ingin juga kisah-kisah di bukunya terasa variatif, maka ia pun mengambil sudut pandang anak-anak lewat penceritaan orang dewasa. Sebut saja dalam cerpen Ulat Bulu dan Kupu-Kupu, yang bercerita mengenai orangtua yang tak paham mengenai bencana ulat bulu di kebun pribadinya, anaknya memandang hal tersebut berbeda.

Buku ini, sekali lagi, mengambil hal yang unik yang jarang diangkat penulis lain. Buku ini sepertinya menjadi trend barangkali karena menggugah dunia sastra yang jarang menjadikan anak-anak sebagai tema. Ditambah, hampir semua cerpennya telah dimuat oleh koran-koran nasional, menambah poin plus buku ini. Itu bukti bahwa buku ini berkualitas.[]

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

[Travel Writing] Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan Cirebon

Kemarin mencoba datang ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Kebetulan daerah dekat rumah saya. Tulisan ini tadinya telah terkirim ke media tempat PKL saya. Tapi, nasibnya naas karena harus berakhir di recycle bin komputer redaktur. Jadi, saya share saja di blog. Bale kembang di Bale Kabuyutan. (Dok. pribadi) Berlokasi tepat di belakang kantor kuwu Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug, Bale Kabuyutan masih berdiri kokoh hingga kini. Bale Kabuyutan adalah salah satu situs peninggalan budaya leluhur Cirebon berbentuk bale kambang (tempat tidur dari kayu). Benda itu tersimpan di dalam ruangan berukuran sekitar 20 x 30 meter. Sedangkan bale kambang itu memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 0,5 m serta disangga oleh enam tiang. Menurut Mundara (62) selaku juru kunci Bale Kabuyutan, tempat tersebut dulunya difungsikan sebagai tempat pengambilan sumpah bagi mereka yang hendak menganut Islam. Mundara yang sejak tahun 2002 menjadi juru kunci di tempat itu menuturkan bah...

The Cat Returns (2002), Sebuah Ulasan Singkat

Film ini mengisahkan seorang siswa bernama Haru yang kurang bisa menikmati hidupnya karena terasa membosankan. Haru memendam perasaan kepada siswa cowok di sekolahnya namun sayang Haru harus menelan pil pahit karena dia tahu cowok itu sudah memiliki kekasih. Hidup Haru berubah saat dia kemudian menyelamatkan seekor kucing yang akan tertabrak mobil. Sejak saat itu, Haru kembali mempertanyakan kembali makna kebahagiaan dalam hidupnya. Menonton film ini membuatku merasa bahagia dan tenang. Mungkin lebih ke perasaan tentram sepanjang menonton filmnya. Karena aku pikir plot dalam film ini sungguh sangat mudah dicerna namun aku tidak protes. Tidak seperti kebanyakan film lainnya kreasi studio Ghibli, film ini seakan tidak berusaha membuat pusing penontonnya, ya mungkin memang sengaja dibuat mudah ditebak dari segala aspek filmnya.  Menurutku, penonton akan mengambil hikmah tentang tidak banyak menggerutu dalam menjalani hidup saat mereka menuntaskan menonton film ini. Karena ...