Judul:
Senyum Karyamin
Penulis:
Ahmad Tohari
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tebal:
88 Halaman
Terbit:
Cetakan Kesepuluh, 2015
Karyamin
hanyalah kuli pencari batu di sebuah sungai di perkampungan Jawa. Karyamin
memiliki penghasilan tak menentu yang memprihatinkan. Kadang, ia jarang makan
karena hal tersebut. Istrinya menerima saja nasib yang Karyamin jalani. Namun,
istrinya tidak tega sehingga berhutang sana-sini, terlebih hutang ke bank
perkreditan untuk rakyat kecil. Karyamin akhir-akhir ini membiarkan perutnya kempong. Kabar buruk semakin membuat
Karyamin pasrah. Truk terakhir pembawa batu tak kunjung kembali ke desa dan
membayar upah Karyamin. Di atas itu semua, Karyamin nerimo dan tetap tersenyum.
Senyum
Karyamin menjadi pembuka kumcer ini. Disusul cerpen-cerpen lain yang sengaja
disusun kronologis. Terdiri dari 13 cerpen, buku ini mampu membuat pembaca
hanyut pada kisah-kisahnya yang sederhana dan tentu saja memiliki nilai-nilai
apik tentang kehidupan. Tohari mampu menyelipkan banyak pesan yang membumi dan
sarat akan hal-hal yang barangkali kini kita abaikan.
Yang
menjadi hal utama adalah kisah-kisah dalam kumcer ini menyorot
kehidupan-kehidupan desa yang masih murni. Tohari kadang menyelipkan
sindiran-sindiran halus yang tak sekalipun menggurui. Sebut saja kisah dalam
cerpen Jasa-Jasa Buat Sanwirya. Tohari
mencoba memberikan pesan pentingnya bersimpati pada sesama terutama keluarga
kita apalagi jika ia mengidap kelainan mental. Juga dalam cerpen Si Minem Beranak Bayi, Tohari meneriaki
keras tentang perilaku masyarakat desa yang biasanya begitu mudah menikahkan
anak-anak mereka yang seringnya masih di bawah umur atas dasar ‘segera laku’.
Sedangkan,
di Surabanglus¸Tohari menyorot
kehidupan pencari kayu bakar. Betapa ironisnya kehidupan mereka sampai-sampai
memakan singkong racun yang di Jawa dikenal dengan surabanglus. Sedangkan, pada
cerpen Ah, Jakarta, Tohari mendongeng
tentang seorang sahabat yang prihatin kepada karibnya yang tengah bersembunyi
di desa, ia menjadi buron setelah lontang-lantung di Jakarta. Pada akhirnya
karib tersebut tewas dan sang sahabat sedih.
Kisah-kisahnya
sebagian besar mengoyak-ngoyak hati. Uniknya, Tohari selalu menemukan celah
bagaimana menyulap kehidupan di desa menjadi hal yang patut dinikmati untuk
para pencinta sastra. Sebut saja dalam cerpen Pengemis dan Shalawat Badar, cerpen itu mengisahkan pengemis yang
menonjolkan kemampuannya dalam bershalawat ketika meminta-minta, sungguh merdu
suaranya dan tentu saja lancar sekali dalam bershalawat. Saat ia mengemis di
bus, sang kondektur dan pengemudi mengusirnya. Sang pengemis tetap sabar.
Cerita berakhir dengan bus mengalami kecelakaan. Ajaibnya sang pengemis selamat
dan tidak berdarah/terluka sedikit pun. Ia lenyap dan tetap bershalawat.
Tohari
telah mengisahkan beragam kisah-kisah unik dan sederhana. Dengan latar desanya,
ia mampu membius pembaca mengikuti kisah-kisah dalam buku ini yang sebagian
besar bermuatan nilai-nilai apik dan disajikan menarik.[]
Komentar
Posting Komentar