Judul:
If You Were Mine
Penulis:
Clara Canceriana
Penerbit:
GagasMedia
Penyunting:
Andree & Christian Simamora
Terbit:
Cetakan Pertama, Agustus 2011
Tebal:
290 Halaman
Novel ini mengisahkan Jessica atau Sica
yang baru saja ditinggal pergi oleh kekasihnya alias calon suaminya. Keegan
meninggal dalam sebuah kecelakaan. Hal ini membuat Sica terus menerus larut
dalam kesedihan. Saat menjalankan usahanya pun, Sica selalu merasa tidak fokus.
Bayangkan saja, ia selalu dibayang-bayangi wajah Keegan. Untungnya, adik Keegan
yang bernama Ken selalu mencoba menghibur Sica. Ken bekerja mengembangkan toko
game yang lokasi tokonya tepat berada di depan butik Sica di sebuah mall.
Hubungan kedunya berkembang dengan sangat lambat karena Sica mulai jatuh cinta
pada Ken namun ia ragu, dan tentu saja Ken marasa canggung jika Sica yang calon
kakak iparnya malah mencintainya.
Hubungan keduanya semakin diperumit
dengan kehadiran Windha yang baru kembali dari luar negeri dan mencoba menyaingi
bisnis Sica. Windha adalah saingan Sica sejak SMA. Kini Windha memulai dengan
menjadi lawan Sica lagi dalam sebuah
kompetisi gaun nasional. Bagaimana jika Windha ternyata menaruh hati pada Ken?
Apakah Sica akan merelakan Ken jatuh hati pada Windha?
Novel ini akan mengajak pembaca
mengeksplor dunia design yang dilakoni terutama oleh karakter utamanya, Sica.
Perempuan muda itu sangat gigih dalam menjalankan usaha butiknya yang baru saja
berdiri seumur jagung. Meskipun banyak masalah menimpa dalam hidupnya, Sica
berusaha untuk tegar. Kisah cintanya yang berakhir tragis dengan Keegan,
sesungguhnya tak ingin ia jadikan alasan tidak fokus dalam menjalankan
bisnisnya yang baru saja berkembang. Sosok Ken dalam novel ini menjadi penawar
hati Sica yang tengah terluka. Namun, saat Ken sulit untuk menganggap Sica
selain sebagai calon kakak ipar, Sica merasa ia semakin merasa sakit.
Sosok Windha dihadirkan untuk
memperkuat karakter tokoh utamanya. Sebagai maniak dalam dunia design pakaian
juga, Windha kerap kali memamerkan pesona dan potensinya di hadapan Sica.
Sebagai wanita yang pernah belajar design di luar negeri, ia tak ingin
dikalahkan Sica begitu saja dalam sebuah kompetisi nasional. Windha menganggap
bahwa saat inilah ia harus membuktikan diri. Design adalah hidup matinya.
Novel ini mencoba menggali kisah
romansa yang tidak hanya mengangkat kerumitan sebuah hubungan dua insan. Namun,
novel ini juga turut menghadirkan sebuah kompleksitas antara
karekater-karakternya. Hubungan Sica, Ken, Windha, juga dengan
karakter-karakter minor lainnya, membuat novel ini semakin terdepan dalam hal
penggalian karakterisasi. Namun, seperti halnya peribahasa yang bilang bahwa
tak ada gading yang tak retak, novel ini pun seperti kehilanganan fokus di
bagian pertengahan buku. Hal ini terjadi ketika karakter Sica sempat galau
ketika Ken manyatakan tak bisa menyukainya. Seharusnya rasa suka Sica tak
begitu dalam dan mudah dikarenakan ia baru saja kehilangan Keegan. Namun
ketertarikan Sica yang begitu instan pada Ken seakan menghilangkan logika
cerita.
Meskipun begitu, novel ini masih tetap
bisa dinikmati terutama bagi kalangan pencinta novel romansa. Kisahnya akan
membuat pembaca larut pada jalinan emosi yang dirajut oleh setiap karakternya,
membuat cerita novelnya utuh dan terkesan berbobot.[]
Komentar
Posting Komentar