Penulis: Ruwi Meita
Penulis skenario. A. Munandar, Helfi C. H. Kardit,
Daniel Tito
Penyunting: Agnes P. A. Simamora
Penata letak: Oxta Strada
Desain sampul: Starvision
Penerbit: Gagasmedia
Cetakan: Keempat, 2007
Sinopsis
Grace Damayanti masuk menjadi seorang guru pengganti
di SMU Permata Bunda, sebuah sekolah khusus putri yang telah berdiri sejak
zaman Belanda. Ia ditugaskan untuk menjadi wali kelas 3A menggantikan Melisa,
guru sebelumnya yang hanya sanggup mengajar kelas itu dalam beberapa bulan
saja. Kelas 3A memang terkenal kelas yang paling sulit ditangani terlebih
karena kehadiran Adela, anak pemilik yayasan swasta yang menjadi penyokong
bertahannya sekolah itu.
Selain reputasi kelas 3A, Grace dihadapkan pada
kejadian-kejadian aneh yang berawal semenjak hari pertama ia mengajar. Ada
sebuah bangku kosong di barisan depan kelas. Dinda salah seorang murid,
berteriak dan beraksi histeris sewaktu duduk di bangku itu, murid-murid lain
kesurupan, dan maut mengancam Adela serta teman-temannya. Semua terjadi akibat
bangku kosong itu. Namun, sepertinya Grace mempunyai penjelasannya sendiri ....
Novel adaptasi film Hantu Bangku Kosong ini terlihat
begitu seram saat sepintas memandang cover depannya yang menampilkan seorang
siswa perempuan teronggok lesu di atas sebuah bangku. Plus pemaparan wajah
perempuan (lagi) dengan bekas sayatan di wajahnya. Dan jangan lupakan dominasi
warna hitam dan merah seperti khas-khas cover novel horor lain. Buku ini pun
begitu adanya.
Plot cerita cukup menarik mengupas kejadian ganjil di
sekolah. Sebenarnya buku ini juga didominasi aksi Adela cs yang mem-bully
Dinda. Namun, kejadian pem-bully-an itu berubah menjadi suatu petaka kala
bangku kosong yang ada di kelas 3A diduduki Dinda. Semua rentetan kejadian
ganjil karena ulah Grace, ibu guru baru yang sangat tegas. Saat itu ia menyuruh
Dinda yang duduk di belakang pindah ke depan.
Alur buku ini maju mundur. Dilihat maju karena
pergolakan cerita memang bergulir terus mengikuti waktu berjalan. Namun, di bagian-bagian
tertentu mundur untuk menceritakan kembali detail-detail yang disamarkan khas
cerita horor.
Penokohan karakternya pun begitu kuat. Masing-masing
tokoh mendapatkan perannya sendiri dan bisa dibilang penulis cukup berhasil
dalam mengolahnya. Mungkin ini semua dikarenakan penulis menciptakan kembali
sesuatu yang berbeda dari asalnya. Skenario yang memang sudah matang, ditambah
kemampuan mengolah kata penulis yang begitu lincah, menjadikan sebuah campuran
yang porsinya pas sehingga menghasilkan sesuatu yang memuaskan.
Seperti buku horor kebanyakan, pada bagian-bagian
tertentu buku ini mampu membuat jantung kita berdebar-debar. Penuh adrenalin
dalam mengungkap tiap-tiap clue-nya yang apik dikubur dalam rimbunan olahan
cerita.
Tentu jika Anda belum menikmati filmnya, sungguh
beruntung nasib Anda karena olahan akhir alias finishing buku ini begitu
memberikan kejutan yang maha tak terduga. Intinya setiap yang diceritakan dalam
buku ini membawa perannya masing-masing dan tentu saja tak sia-sia.
Membaca buku ini seakan dibawa ke cerita horor yang
tidak picisan. Karena setiap rincian dalam buku ini begitu penting peranannya.
Semoga pada kesempatan lain penerbit buku ini mampu memasarkan lagi buku-buku
semacam ini. Karena bagaimanapun khasanah sastra Indonesia tak akan melupakan
eksistensi nover bergenre semacam ini. Hidup horor Indonesia![]
Komentar
Posting Komentar