Langsung ke konten utama

Cerpen Mencintaimu (Kabar Cirebon, 24 Oktober 2020)

 


            Ini kisah tentang Arum yang kala itu tengah hendak menemui kekasihnya. Hal yang tidak bisa Arum sangka adalah ada seseorang tengah mengobrol asyik dengan kekasihnya. Orang tersebut adalah sahabat Arum. Lebih tepatnya mantan sahabatnya yang dulunya merupakan kekasih dari kekasih Arum. Bagaimana bisa mereka menjadi sehangat itu, padahal Arum dan mereka masih bermasalah.

            Arum lalu mengurungkan niatnya menuju ke sana. Arum menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat karena penyakit kanker yang menggerogotinya. Hatinya selalu patah tiap kali menghadapi sang ibu yang harus mengalami terapi setidaknya dua minggu sekali. Ada rasa yang tidak kenal akhir-akhir ini diam-diam seperti menyelinap dalam diri Arum. Seseorang dengan masker selalu memperhatikannya dari jauh. Mungkin itu seorang pria dilihat dari badannya yang tegap dan lumayan atletis, dan tentu saja ia tinggi.

            Ibu hari itu diantar juga oleh Nesa, adik Arum yang sedang berkuliah manajemen di kota tempat tinggalnya. Arum sendiri merupakan pegawai bank BUMN ternama. Arum sangat sederhana sehingga dia tidak sering mengumbar statusnya yang sebenarnya lumayan di posisi masyarakat tempat dia tinggal.

            Arum mulai dekat dengan Brama alias kekasihnya ketika mereka sama-sama dalam masa pendidikan management trainee di banknya. Saat itu Arum dan Brama sama-sama lulusan baru. Belum mengenal pahit manis atau asam asin dunia kerja. Mereka awalnya sering curhat satu sama lain, sehingga benih-benih cinta tumbuh tanpa diduga. Saat mereka selesai menjalani masa pendidikan dan pada akhirnya mereka ditempatkan di lokasi kerja yang sama, bibit cinta itu tumbuh semakin subur.

            Siapa sangka Brama yang ia tahu kekasih dari sahabat baiknya, menjadi tempat curhat Arum. Padahal sebelumnya ia belum begitu kenal Brama dari Wulan sang sahabat. Sampai berita itu sampai di telinga Arum, mereka Brama dan Wulan tengah didera musibah dalam hubungannya sehingga Brama sering bercerita ke Arum tentang Wulan. Arum tak serta menceritakan itu ke Wulan. Malah, ia yang selalu menerima curhat dari Wulan pula. Sepengetahuan dia setelah menerima informasi dari keduanya, ia bisa menyimpulkan bahwa Wulan yang lebih menimbulkan masalah dalam hubungan mereka berdua. Wulan selalu membesarkan hal-hal kecil menjadi masalah besar, menjadi sangat tidak suportif dalam hubungan karena seringkali merepotkan Brama dalam banyak hal, dan yang terakhir adalah Wulan terlalu posesif.

            Pada akhirnya mereka putus. Lalu beberapa bulan setelah mereka mengakhiri hubungan, Brama mencoba menjalin kekasih dengan Arum. Awalnya ragu menyelimuti hati Arum, lambat laun ia melihat kesungguhan cinta Brama sehingga ia pun menerimanya setelah Brama mencoba beberapa kali meluluhkan hati Arum. Lalu, Wulan merasa Arum merebut kekasihnya. Arum menjelaskan semuanya, tetapi Wulan selalu menyangkal dan pada akhirnya Wulan pun kehilangan sahabat dan mantan kekasih.

            Setelah dua tahun menjalin kasih dan dua-duanya berada di posisi stabil dalam karir, masalah tak terduga itu menjangkau mereka pada akhirnya. Arum tidak tahu kenapa Brama bisa dekat kembali dengan Wulan yang kini bekerja sebagai wartawan di media cetak di kotanya. Rasanya aneh pula karena Brama tidak pernah sekali pun menyinggung tentang Wulan di depan Arum padahal Arum memergoki beberapa kali Brama dan Wulan seperti berdekatan atau menghabiskan waktu bersama.

            Sementara setiap kali Arum ke rumah sakit, pria tegap itu selalu memerhatikan Arum dari jauh. Maksudnya, seakan-akan ia memata-matai Arum. Maka, Arum saat ini mencoba untuk melangkah ke luar dari labirin rasa penasarannya. Ia bilang kepada Nesa untuk lebih dulu pergi mengantar ibunya. Ia serahkan kunci mobil Honda Brionya pada Nesa untuk lekas mengantar sang ibu. Tak apa, karena Arum akan pulang diantar gojek langganan. Toh, dia juga akan memanfaatkan promo. Jadi bisa lebih murah.

            Arum mendekati pria itu. Pria itu masih mengenakan masker. Kali ini dia juga mengenakan topi dengan simbol woosh di tengahnya. Pria itu sedikit gentar dan hendak berbalik. Arum semakin mendekat dan sudah tidak ada celah lagi bagi pria itu untuk sekadar pura-pura berkelit misalnya.

***

            Pria itu bernama Gama dan sontak Arum merasa kaget karena merasa sosok itu familier. Ternyata memang benar sosok itu adalah teman satu angkatan kuliah Arum. Namun, mereka tidak dekat karena mereka hanya pernah satu grup orientasi pada masa pengenalan kampus. Selebihnya tidak ada irisan yang mendekatkan mereka.

            Gama menceritakan kepada Arum bahwa ayahnya juga sering harus diantar ke rumah sakit. Karena ayahnya punya penyakit ginjal sehingga harus cuci darah ke rumah sakit. Gama berusaha mengantar ayahnya karena sekarang kakaknya yang dulu sering mengantar sudah merasa sibuk karena dianugrahi momongan. Gama masih single dan sekarang dia sibuk bekerja di kantor akuntan publik di kotanya.

            Gama berusaha nyambung dengan Arum lewat bercerita tentang masa kuliah yang mungkin Arum tahu. Betapa sibuknya Gama sebagai anak organisasi pusat lalu berusaha mengaitkannya dengan Arum yang juga sibuk sebagai mahasiswa yang menghabiskan waktunya di organisasi tingkat jurusan. Namun, ada satu hal yang sangat mungkin lebih mendekatkan mereka, terutama dari sudut pandang Gama. Keduanya sama-sama pencinta kucing. Bedanya Gama memang memelihara kucing di rumahnya, sedangkan Arum giat memberi makan kucing-kucing kampung yang sering mampir di rumahnya untuk sekadar makan dan minum saja. Gama tidak pernah menyangka Arum juga sama-sama pencinta makhluk menggemaskan itu.

***

            Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Hubungan Arum dan Brama semakin memudar. Entah apa karena sekarang mereka bertugas di bank yang berbeda. Sudah sejak enam bulan lalu. Kemudian Arum pun acap kali melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Brama sering menghabiskan waktu dengan Wulan. Yang membuat Arum merasa dikhianati adalah Brama sering membohonginya. Hal itu yang entah mengapa semakin mengikis rasa cinta yang dimiliki Arum pada Brama. Namun, Arum tetapi diam saja.

            Sedangkan, Gama selalu memberikan perhatian kepada Arum. Perhatian-perhatian kecil yang memang ditunjukkan seorang pria kepada perempuan yang ia inginkan untuk menjadi kekasihnya. Padahal baru beberapa minggu saja mereka dekat. Ada yang salah, iya ada hal yang menganggu Arum sebenarnya karena perempuan itu belum berkata kepada Gama kalau dia sudah memiliki kekasih. Seharusnya Arum mencoba menjauh dari Gama, seharusnya Arum tak memberikan respon karena tahu ia sudah memiliki kekasih. Tetapi, kerap kali Arum menyangkal. Seperti saat pertemuan di rumah sakit hari ini, Gama mengobrol lama dengan Arum saat sama-sama menunggui orangtua mereka. Pada saat mereka akan berpisah Gama menitipkan sebotol kaca berisi dry food untuk kucing di sekitar rumah Arum.

            Beberapa hari setelahnya, malam Minggu tiba dan entah untuk kesekian kali Brama menolak untuk diajak pergi keluar untuk sekadar nongkrong. Seperti pada malam Minggu ini, bahkan ia tak mengajak Arum pergi. Sibuk alasannya. Maka Arum pun mungkin akan menghabiskan waktu sendiri. Namun, ajakan dari Gama untuk sekadar ngopi di coffee shop langganan Gama tak bisa ditampik. Maka, Arum pun dengan senang hati menerima. Toh, Brama pun tidak mengacuhkannya saat ini.

            Saat malam itu Arum dan Gama sampai di parkiran coffee shop itu, Gama bilang bahwa ia akan pergi ke toilet terlebih dahulu karena perutnya didera mulas. Arum berusaha untuk masuk lebih dahulu bahkan memesan minuman untuk keduanya. Betapa terkejutnya saat dia temukan sang mantan sahabat beserta kekasihnya sedang tampak akrab, mengobrol asyik sambil tertawa dan saling memegang tangan. Arum sudah tidak bisa tahan sehingga ia menggebrak meja Brama dan Wulan. Arum tentu tidak bodoh dan tidak akan berkata kasar untuk menyudutkan Wulan. Tetapi, ia lebih berusaha untuk memojokkan Brama. Betapa kekasihnya itu tak pernah absen untuk selalu membodoh-bodohinya, Arum tal henti berkata hal itu.

            Arum tak kuasa menahan tangis dan ia pun pergi begitu saja setelah melepaskan segala amarahnya lewat kata-kata tajam yang ia tujukan kepada Brama. Saat itu juga mereka putus. Arum yang mengakhiri. Brama seolah tidak percaya dan berusaha meyakinkan Arum bahwa memang tidak pernah ada apa-apa antara dirinya dan Wulan. Akunya mereka saat itu tengah membicarakan project. Arum muak dengan Brama. Bagaimana mungkin membicarakan soal pekerjaan di malam minggu dengan mantan kekasih yang masih memiliki masalah dengan kekasihnya dan juga dengan dirinya sendiri? Arum langsung pergi begitu saja, bahkan ia pun sampai lupa dengan Gama yang saat itu baru saja keluar dari toilet namun tak sempat mengejar Arum karena tidak tahu. Arum pun merasa sepat karena Brama tak mengejarnya.

***

            Sudah 365 hari kejadian memalukan di coffee shop itu berlalu. Arum sudah melupakan betapa sakitnya dikhianati Brama. Entah Arum sudah tidak mengikuti lagi kabar tentang Brama yang mungkin sudah menjalin kasih dengan Wulan. Ia sontak kaget karena bahkan mereka berdua tidak punya hati mengirimi Arum undangan pernikahan mereka. Brama banyak berhutang penjelasan, lelaki itu berkali-kali ingin menjelaskan namun Arum menolak dengan sopan bahkan beberapa kali menolak keras dengan sangat vokal. Arum rasanya seperti jadi sasak tinju yang tengah dipakai saat ia menerima undangan itu.

            Selama ini, Arum selalu berkeluh kesah pada Gama, satu-satunya lelaki yang mungkin sering Arum jadikan wadah tempat curahan hatinya tumpah. Kadang, ia juga bercerita kepada Nesa atau ibu. Meskipun pada ibu, Arum tak bercerita banyak karena khawatir menjadi beban pikiran ibu yang sakit.

            Arum pun berkata berkali-kali kepada Gama bahwa ia belum bisa membuka hati. Gama sangat menerima kondisi Arum yang mungkin saat itu dan sampai sekarang masih terluka dan belum pulih.

            Gama tidak pernah absen untuk selalu memberikan perhatian kepada Arum. Selalu jadi tempat curhat, menjadi pendengar yang baik, bahkan mereka berdua mengunjungi rumah masing-masing untuk melihat kucing, pada beberapa kali kesempatan Gama mengantar Arum dan ibu Arum ketika jadwal mengantar ayahnya berbeda hari. Gama seperti sedang menunggu Arum siap membuka hati meskipun pelan-pelan.

            Gama masih ingat kenapa ia bisa jatuh cinta pada Arum. Gadis itu selalu memberi makan kucing-kucing di kampus meskipun banyak dari temannya yang merasa terganggu dengan kebiasaan Arum. Di kantin, di luar gedung perkuliahan, di parkiran, Arum selalu ada bersama kucing sambil memberi mereka makan.

            Gama tahu bahwa usahnya tak sia-sia atau mungkin akan sia-sia. Yang jelas ia hanya ingin menjadi pilihan pertama saat Arum siap membuka hati. Ia siap membantu Arum dalam kondisi apa pun. Termasuk saat Arum meminta tolong padanya untuk hadir menemaninya saat datang ke resepsi pernikahan Brama dan Wulan. Gama sangat siap dan berkata ‘ya’. Arum tersenyum mendengarnya saat itu. Arum dalam hati mengikrarkan diri untuk segera membuka hati. Sudah saatnya ia memilih bahagia.[]


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)