Ini
kisah tentang Arum yang kala itu tengah hendak menemui kekasihnya. Hal yang
tidak bisa Arum sangka adalah ada seseorang tengah mengobrol asyik dengan
kekasihnya. Orang tersebut adalah sahabat Arum. Lebih tepatnya mantan
sahabatnya yang dulunya merupakan kekasih dari kekasih Arum. Bagaimana bisa
mereka menjadi sehangat itu, padahal Arum dan mereka masih bermasalah.
Arum
lalu mengurungkan niatnya menuju ke sana. Arum menuju rumah sakit tempat ibunya
dirawat karena penyakit kanker yang menggerogotinya. Hatinya selalu patah tiap
kali menghadapi sang ibu yang harus mengalami terapi setidaknya dua minggu
sekali. Ada rasa yang tidak kenal akhir-akhir ini diam-diam seperti menyelinap
dalam diri Arum. Seseorang dengan masker selalu memperhatikannya dari jauh.
Mungkin itu seorang pria dilihat dari badannya yang tegap dan lumayan atletis,
dan tentu saja ia tinggi.
Ibu
hari itu diantar juga oleh Nesa, adik Arum yang sedang berkuliah manajemen di
kota tempat tinggalnya. Arum sendiri merupakan pegawai bank BUMN ternama. Arum
sangat sederhana sehingga dia tidak sering mengumbar statusnya yang sebenarnya
lumayan di posisi masyarakat tempat dia tinggal.
Arum
mulai dekat dengan Brama alias kekasihnya ketika mereka sama-sama dalam masa
pendidikan management trainee di
banknya. Saat itu Arum dan Brama sama-sama lulusan baru. Belum mengenal pahit
manis atau asam asin dunia kerja. Mereka awalnya sering curhat satu sama lain,
sehingga benih-benih cinta tumbuh tanpa diduga. Saat mereka selesai menjalani
masa pendidikan dan pada akhirnya mereka ditempatkan di lokasi kerja yang sama,
bibit cinta itu tumbuh semakin subur.
Siapa
sangka Brama yang ia tahu kekasih dari sahabat baiknya, menjadi tempat curhat
Arum. Padahal sebelumnya ia belum begitu kenal Brama dari Wulan sang sahabat.
Sampai berita itu sampai di telinga Arum, mereka Brama dan Wulan tengah didera
musibah dalam hubungannya sehingga Brama sering bercerita ke Arum tentang
Wulan. Arum tak serta menceritakan itu ke Wulan. Malah, ia yang selalu menerima
curhat dari Wulan pula. Sepengetahuan dia setelah menerima informasi dari
keduanya, ia bisa menyimpulkan bahwa Wulan yang lebih menimbulkan masalah dalam
hubungan mereka berdua. Wulan selalu membesarkan hal-hal kecil menjadi masalah
besar, menjadi sangat tidak suportif dalam hubungan karena seringkali
merepotkan Brama dalam banyak hal, dan yang terakhir adalah Wulan terlalu
posesif.
Pada
akhirnya mereka putus. Lalu beberapa bulan setelah mereka mengakhiri hubungan,
Brama mencoba menjalin kekasih dengan Arum. Awalnya ragu menyelimuti hati Arum,
lambat laun ia melihat kesungguhan cinta Brama sehingga ia pun menerimanya
setelah Brama mencoba beberapa kali meluluhkan hati Arum. Lalu, Wulan merasa
Arum merebut kekasihnya. Arum menjelaskan semuanya, tetapi Wulan selalu
menyangkal dan pada akhirnya Wulan pun kehilangan sahabat dan mantan kekasih.
Setelah
dua tahun menjalin kasih dan dua-duanya berada di posisi stabil dalam karir, masalah
tak terduga itu menjangkau mereka pada akhirnya. Arum tidak tahu kenapa Brama
bisa dekat kembali dengan Wulan yang kini bekerja sebagai wartawan di media
cetak di kotanya. Rasanya aneh pula karena Brama tidak pernah sekali pun
menyinggung tentang Wulan di depan Arum padahal Arum memergoki beberapa kali
Brama dan Wulan seperti berdekatan atau menghabiskan waktu bersama.
Sementara
setiap kali Arum ke rumah sakit, pria tegap itu selalu memerhatikan Arum dari
jauh. Maksudnya, seakan-akan ia memata-matai Arum. Maka, Arum saat ini mencoba
untuk melangkah ke luar dari labirin rasa penasarannya. Ia bilang kepada Nesa
untuk lebih dulu pergi mengantar ibunya. Ia serahkan kunci mobil Honda Brionya
pada Nesa untuk lekas mengantar sang ibu. Tak apa, karena Arum akan pulang diantar
gojek langganan. Toh, dia juga akan memanfaatkan promo. Jadi bisa lebih murah.
Arum
mendekati pria itu. Pria itu masih mengenakan masker. Kali ini dia juga
mengenakan topi dengan simbol woosh di tengahnya. Pria itu sedikit gentar dan
hendak berbalik. Arum semakin mendekat dan sudah tidak ada celah lagi bagi pria
itu untuk sekadar pura-pura berkelit misalnya.
***
Pria
itu bernama Gama dan sontak Arum merasa kaget karena merasa sosok itu familier.
Ternyata memang benar sosok itu adalah teman satu angkatan kuliah Arum. Namun,
mereka tidak dekat karena mereka hanya pernah satu grup orientasi pada masa
pengenalan kampus. Selebihnya tidak ada irisan yang mendekatkan mereka.
Gama
menceritakan kepada Arum bahwa ayahnya juga sering harus diantar ke rumah sakit.
Karena ayahnya punya penyakit ginjal sehingga harus cuci darah ke rumah sakit.
Gama berusaha mengantar ayahnya karena sekarang kakaknya yang dulu sering
mengantar sudah merasa sibuk karena dianugrahi momongan. Gama masih single dan sekarang dia sibuk bekerja di
kantor akuntan publik di kotanya.
Gama
berusaha nyambung dengan Arum lewat bercerita tentang masa kuliah yang mungkin
Arum tahu. Betapa sibuknya Gama sebagai anak organisasi pusat lalu berusaha
mengaitkannya dengan Arum yang juga sibuk sebagai mahasiswa yang menghabiskan
waktunya di organisasi tingkat jurusan. Namun, ada satu hal yang sangat mungkin
lebih mendekatkan mereka, terutama dari sudut pandang Gama. Keduanya sama-sama
pencinta kucing. Bedanya Gama memang memelihara kucing di rumahnya, sedangkan
Arum giat memberi makan kucing-kucing kampung yang sering mampir di rumahnya
untuk sekadar makan dan minum saja. Gama tidak pernah menyangka Arum juga
sama-sama pencinta makhluk menggemaskan itu.
***
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan. Hubungan Arum dan Brama semakin memudar.
Entah apa karena sekarang mereka bertugas di bank yang berbeda. Sudah sejak
enam bulan lalu. Kemudian Arum pun acap kali melihat dengan mata kepala sendiri
bahwa Brama sering menghabiskan waktu dengan Wulan. Yang membuat Arum merasa
dikhianati adalah Brama sering membohonginya. Hal itu yang entah mengapa
semakin mengikis rasa cinta yang dimiliki Arum pada Brama. Namun, Arum tetapi
diam saja.
Sedangkan,
Gama selalu memberikan perhatian kepada Arum. Perhatian-perhatian kecil yang
memang ditunjukkan seorang pria kepada perempuan yang ia inginkan untuk menjadi
kekasihnya. Padahal baru beberapa minggu saja mereka dekat. Ada yang salah, iya
ada hal yang menganggu Arum sebenarnya karena perempuan itu belum berkata
kepada Gama kalau dia sudah memiliki kekasih. Seharusnya Arum mencoba menjauh
dari Gama, seharusnya Arum tak memberikan respon karena tahu ia sudah memiliki
kekasih. Tetapi, kerap kali Arum menyangkal. Seperti saat pertemuan di rumah
sakit hari ini, Gama mengobrol lama dengan Arum saat sama-sama menunggui
orangtua mereka. Pada saat mereka akan berpisah Gama menitipkan sebotol kaca
berisi dry food untuk kucing di
sekitar rumah Arum.
Beberapa
hari setelahnya, malam Minggu tiba dan entah untuk kesekian kali Brama menolak
untuk diajak pergi keluar untuk sekadar nongkrong. Seperti pada malam Minggu
ini, bahkan ia tak mengajak Arum pergi. Sibuk alasannya. Maka Arum pun mungkin
akan menghabiskan waktu sendiri. Namun, ajakan dari Gama untuk sekadar ngopi di
coffee shop langganan Gama tak bisa
ditampik. Maka, Arum pun dengan senang hati menerima. Toh, Brama pun tidak
mengacuhkannya saat ini.
Saat
malam itu Arum dan Gama sampai di parkiran coffee
shop itu, Gama bilang bahwa ia akan pergi ke toilet terlebih dahulu karena
perutnya didera mulas. Arum berusaha untuk masuk lebih dahulu bahkan memesan
minuman untuk keduanya. Betapa terkejutnya saat dia temukan sang mantan sahabat
beserta kekasihnya sedang tampak akrab, mengobrol asyik sambil tertawa dan
saling memegang tangan. Arum sudah tidak bisa tahan sehingga ia menggebrak meja
Brama dan Wulan. Arum tentu tidak bodoh dan tidak akan berkata kasar untuk
menyudutkan Wulan. Tetapi, ia lebih berusaha untuk memojokkan Brama. Betapa
kekasihnya itu tak pernah absen untuk selalu membodoh-bodohinya, Arum tal henti
berkata hal itu.
Arum
tak kuasa menahan tangis dan ia pun pergi begitu saja setelah melepaskan segala
amarahnya lewat kata-kata tajam yang ia tujukan kepada Brama. Saat itu juga
mereka putus. Arum yang mengakhiri. Brama seolah tidak percaya dan berusaha
meyakinkan Arum bahwa memang tidak pernah ada apa-apa antara dirinya dan Wulan.
Akunya mereka saat itu tengah membicarakan project.
Arum muak dengan Brama. Bagaimana mungkin membicarakan soal pekerjaan di malam
minggu dengan mantan kekasih yang masih memiliki masalah dengan kekasihnya dan
juga dengan dirinya sendiri? Arum langsung pergi begitu saja, bahkan ia pun
sampai lupa dengan Gama yang saat itu baru saja keluar dari toilet namun tak
sempat mengejar Arum karena tidak tahu. Arum pun merasa sepat karena Brama tak
mengejarnya.
***
Sudah
365 hari kejadian memalukan di coffee
shop itu berlalu. Arum sudah melupakan betapa sakitnya dikhianati Brama.
Entah Arum sudah tidak mengikuti lagi kabar tentang Brama yang mungkin sudah
menjalin kasih dengan Wulan. Ia sontak kaget karena bahkan mereka berdua tidak
punya hati mengirimi Arum undangan pernikahan mereka. Brama banyak berhutang
penjelasan, lelaki itu berkali-kali ingin menjelaskan namun Arum menolak dengan
sopan bahkan beberapa kali menolak keras dengan sangat vokal. Arum rasanya
seperti jadi sasak tinju yang tengah dipakai saat ia menerima undangan itu.
Selama
ini, Arum selalu berkeluh kesah pada Gama, satu-satunya lelaki yang mungkin sering
Arum jadikan wadah tempat curahan hatinya tumpah. Kadang, ia juga bercerita
kepada Nesa atau ibu. Meskipun pada ibu, Arum tak bercerita banyak karena
khawatir menjadi beban pikiran ibu yang sakit.
Arum
pun berkata berkali-kali kepada Gama bahwa ia belum bisa membuka hati. Gama
sangat menerima kondisi Arum yang mungkin saat itu dan sampai sekarang masih
terluka dan belum pulih.
Gama
tidak pernah absen untuk selalu memberikan perhatian kepada Arum. Selalu jadi
tempat curhat, menjadi pendengar yang baik, bahkan mereka berdua mengunjungi
rumah masing-masing untuk melihat kucing, pada beberapa kali kesempatan Gama
mengantar Arum dan ibu Arum ketika jadwal mengantar ayahnya berbeda hari. Gama
seperti sedang menunggu Arum siap membuka hati meskipun pelan-pelan.
Gama
masih ingat kenapa ia bisa jatuh cinta pada Arum. Gadis itu selalu memberi
makan kucing-kucing di kampus meskipun banyak dari temannya yang merasa
terganggu dengan kebiasaan Arum. Di kantin, di luar gedung perkuliahan, di
parkiran, Arum selalu ada bersama kucing sambil memberi mereka makan.
Gama
tahu bahwa usahnya tak sia-sia atau mungkin akan sia-sia. Yang jelas ia hanya
ingin menjadi pilihan pertama saat Arum siap membuka hati. Ia siap membantu
Arum dalam kondisi apa pun. Termasuk saat Arum meminta tolong padanya untuk
hadir menemaninya saat datang ke resepsi pernikahan Brama dan Wulan. Gama
sangat siap dan berkata ‘ya’. Arum tersenyum mendengarnya saat itu. Arum dalam
hati mengikrarkan diri untuk segera membuka hati. Sudah saatnya ia memilih
bahagia.[]
Komentar
Posting Komentar