Langsung ke konten utama

Sebuah Review Singkat Novel Un Treno Per Non So Karya Ifa Inziati

Judul: Un Treno Per Non So (Kereta Tanpa Tujuan)
Penulis: Ifa Inziati
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 312 Halaman
Terbit: Cetakan Pertama, Maret 2018
Genre: Teenlit
Editor: Utha
Pembuat Sampul: Sukutangan

Ini adalah novel kedua yang dibuat oleh Ifa Inziati. Judulnya sengaja dibuat dalam bahasa Italia karena saya pikir hal tersebut berhubungan dengan novelnya. Ya, novel tersebut memang ber-setting tempat di Italia alias sebuah negara eksotis yang sarat dengan makanan-makanan enaknya. Sayangnya novel ini tidak akan mengangkat hal berlebihan tentang makanan. Novel ini menceritakaan perjalanan pelarian Alita si tokoh utama.

Alita seharusnya sekarang tengah menikmati masa remajanya di Kota Bandung. Namun, ia memutuskan sendiri arah takdirnya dengan menjadi ‘kereta tanpa tujuan’. Dia lari ke Turin, Italia. Di sana, ia menjadi siswa pertukaran pelajar. Alita ini berkarakter labil, suatu waktu ia bisa sangat bergairah karena lingkungannya kini sangat sangat menarik, di satu sisi dia bisa sangat galau karena memikirkan hal-hal tak menguntungkan dalam hidupnya.

Begini alasan Alita kenapa ia mengatakan bahwa dirinya sendiri merupakan kereta tanpa tujuan. Ia tinggal bersama ayah, ibu tiri, plus adik kandungnya. Namun, ia kurang menyukai ibu tirinya yang sebenarnya perhatian. Ibu tiri Alita bahka membiayai Alita saat gadis itu di Turin. Alita masih saja tak memberikan peran anak yang memadai padahal ibu tirinya sudah maksimal.

Jika kamu kebetulan sedang membaca novel ini, kamu akan menemukan banyak kelebihan yang sangat sangat sayang untuk dilewatkan. Pertama, deskripsi Turin di novel ini yang sangat luar biasa. Kedua, karakter-karakternya selain Alita, mampu membuatmu simpati. Mungkin kamu akan berujar bahwa orang-orang baik akan selalu ada di sekelilingmu meskipun kamu adalah orang paling menjengkelkan di dunia. Ketiga, kelebihan tersebut berupa pesan yang disampaikan oleh penulis yang sangat sarat makna dan tepat sasaran sekali ditujukan untuk para remaja. Kurang lebih begini, bahwa hidup ini akan memberikan banyak pilihan, baik buruk, kadang porsinya tidak berimbang, tetapi kita akan selalu bisa memilih untuk menjadi seorang yang bisa menyelesaikan masalah atau lari dari masalah alias pengecut.

Adapun kekurangan dari novel ini adalah bagian introduksinya yang sangat tebal. Bagi saya tidak masalah karena pada akhirnya penulis menyajikan konflik juga. Namun, bagi pembaca umum mungkin memiliki potensi untuk menjadi bosan. Untung saja hal ini terselamatkan dengan deskripsi setting-nya yang luar biasa. Juga cara penulis menunjukkan teknik show don’t tell sangatlah apik. Dijamin, bakal banyak pembaca novel ini yang meras puas. Saya salah satunya, bagaimana denganmu?

Akhir kata, novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Terlebih bagi remaja, novel ini sangat sangat harus kamu lumat. Pasalnya, auranya sangat remaja sekali. Dijamin deh kamu bakal suka.

Btw, ada satu kutipan yang saya sangat suka dari novel yang sampulnya ciamik ini. Berikut kutipan tersebut.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)

 

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

[Travel Writing] Bale Kabuyutan Desa Ciledug Wetan Cirebon

Kemarin mencoba datang ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Kebetulan daerah dekat rumah saya. Tulisan ini tadinya telah terkirim ke media tempat PKL saya. Tapi, nasibnya naas karena harus berakhir di recycle bin komputer redaktur. Jadi, saya share saja di blog. Bale kembang di Bale Kabuyutan. (Dok. pribadi) Berlokasi tepat di belakang kantor kuwu Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug, Bale Kabuyutan masih berdiri kokoh hingga kini. Bale Kabuyutan adalah salah satu situs peninggalan budaya leluhur Cirebon berbentuk bale kambang (tempat tidur dari kayu). Benda itu tersimpan di dalam ruangan berukuran sekitar 20 x 30 meter. Sedangkan bale kambang itu memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 0,5 m serta disangga oleh enam tiang. Menurut Mundara (62) selaku juru kunci Bale Kabuyutan, tempat tersebut dulunya difungsikan sebagai tempat pengambilan sumpah bagi mereka yang hendak menganut Islam. Mundara yang sejak tahun 2002 menjadi juru kunci di tempat itu menuturkan bah...